Pemimpin Iran Tegaskan Kembali UU Wajib Jilbab, dan Pelanggar Dihukum
TEHERAN, SATUHARAPAN.COM-Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, pada hari Selasa (4/4) menegaskan kembali undang-undang wajib jilbab negara itu, mengatakan bahwa melepas penutup kepala Islami “dilarang” karena Teheran terus menunjukkan kekakuannya dalam masalah ini.
Iran baru-baru ini mengindikasikan bahwa mereka tidak akan mundur dari aturan berpakaian ketat untuk wanita. Pada hari Sabtu, Presiden Ebrahim Raisi mengatakan bahwa jilbab adalah wajib.
Sebelumnya pada hari yang sama, media pemerintah mengutip kepala peradilan Iran, Gholamhossein Mohseni Ejei, yang mengatakan bahwa membuka jilbab adalah "sama saja dengan permusuhan dengan rezim dan nilai-nilainya" dan bahwa perempuan yang tidak menutupi rambut mereka "akan dihukum".
Pesan dari pejabat Iran datang di tengah meningkatnya jumlah perempuan di Iran yang tampil di depan umum tanpa jilbab setelah kematian perempuan Kurdi Iran berusia 22 tahun, Mahsa Amini, dalam tahanan polisi.
Khamenei, pejabat tertinggi di Republik Islam Iran, adalah pejabat terbaru yang menekankan hukum wajib jilbab Iran, dengan mengatakan bahwa jilbab adalah “batasan agama dan hukum, bukan larangan pemerintah.”
“Melepas jilbab dilarang secara agama dan politik,” kata media pemerintah mengutipnya saat bertemu dengan pejabat senior.
Khamenei menuduh “mata-mata musuh” berada di balik kampanye anti hijab di Iran. “Banyak (perempuan) yang melepas hijab tidak mengetahui hal ini. Jika mereka mengetahuinya, mereka pasti tidak akan melakukannya,” katanya.
Amini, seorang perempuan Kurdi Iran, meninggal pada 16 September tak lama setelah ditangkap oleh polisi moralitas di Teheran karena diduga melanggar aturan berpakaian negara untuk perempuan. Kematiannya memicu protes anti rezim nasional berbulan-bulan di mana beberapa perempuan melepas dan bahkan membakar jilbab mereka. Demonstrasi akhirnya mereda karena tindakan keras yang mematikan oleh rezim.
Khamenei menolak protes itu sebagai "konspirasi" yang dihasut oleh pemerintah Barat yang menggunakan hak-hak perempuan sebagai "alasan". Dia sebelumnya menuduh Amerika Serikat dan Israel mendalangi protes.
Kelompok HAM yang berbasis di Norwegia, Hak Asasi Manusia Iran (IHR) mengatakan pada hari Selasa (4/4) bahwa pasukan keamanan Iran telah menewaskan sedikitnya 537 orang dalam tindakan keras mereka terhadap protes.
Iran mewajibkan perempuan untuk mengenakan jilbab tak lama setelah revolusi negara itu tahun 1979. Perempuan yang melanggar kode berpakaian ketat Iran berisiko dilecehkan dan ditangkap oleh polisi moralitas negara tersebut. Di bawah aturan berpakaian ini, perempuan diharuskan menutupi rambut mereka sepenuhnya di depan umum dan mengenakan pakaian panjang yang longgar. (Al Arabiya)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...