Pemkab Mimika Tak Pernah Dilibatkan Bahas Freeport
TIMIKA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Kabupaten Mimika, Papua, hingga Selasa (24/11), belum pernah dilibatkan oleh pemerintah pusat untuk membicarakan kelanjutan izin operasi pertambangan PT Freeport Indonesia setelah berakhirnya kontrak karya tahap dua 2021.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Perumahan Rakyat Mimika, Dionisius Mameyau, kepada Antara di Timika, Selasa ini, mengatakan bahwa pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral selama ini hanya mengundang PT Freeport Indonesia.
Pemkab Mimika selaku daerah yang menjadi lokasi tambang Freeport, kata dia, sama sekali belum pernah diundang untuk membicarakan hal itu. "Pemerintah Kabupaten Mimika hingga sekarang belum pernah diundang oleh pemerintah pusat. Kami tidak tahu dengan Pemprov Papua, apakah pernah diundang atau tidak?" kata Dionisius.
Ia mendukung penegasan Presiden RI Joko Widodo bahwa pembicaraan menyangkut kelanjutan operasi pertambangan PT Freeport di Kabupaten Mimika baru akan dimulai pada tahun 2019 atau dua tahun sebelum berakhirnya masa kontrak karya Tahap II Freeport tahun 2021.
"Yang kami lihat selama ini tidak konsisten dengan UU Minerba (UU Nomor 4 Tahun 2009) sehingga menimbulkan polemik berkepanjangan. Seharusnya, hal ini baru dibicarakan pada tahun 2019. Akan tetapi, kita sudah mulai start sejak sekarang," kata Dionisius yang merupakan putra Suku Kamoro, salah satu dari dua suku asli di Kabupaten Mimika itu.
Dionisius mengingatkan pejabat-pejabat teras Jakarta untuk memperhatikan UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua tatkala membahas kelanjutan kontrak pertambangan Freeport di Mimika.
Menurut dia, kontrak karya Freeport Tahap I yang ditandatangani Presiden RI HM Soeharto pada tahun 1967 dan kontrak karya Tahap II yang ditandatangani Presiden Soeharto pada tahun 1991 sama sekali tidak melibatkan masyarakat Papua.
Kedua kontrak karya itu, kata dia, ditandatangani jauh sebelum lahirnya UU Otsus Papua. Namun, setelah adanya UU Otsus Papua pada tahun 2001, semua izin operasi pertambangan di Papua harus dijiwai oleh UU tersebut.
"Kalau memang pemerintah pusat akan memperpanjang izin usaha pertambangan Freeport di Mimika, Pemkab Mimika, Pemprov Papua, dan masyarakat pemilik hak ulayat harus terlibat penuh di dalam pembahasan. Tambang Freeport ini ada di Mimika, masa kami sebagai daerah penghasil dan pemilik hak ulayat hanya jadi penonton?" Dionisius mengingatkan.
Menurut dia, apa pun keputusan yang nantinya ditetapkan oleh pemerintah pusat menyangkut masa depan operasi pertambangan Freeport di Mimika harus menguntungkan dan memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat Papua. (Ant)
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...