Pemuka Kristen di Somalia Tidak Heran Larangan Natalan
MOGADISHU, SATUHARAPAN.COM – Para pemuka agama Kristen di Somalia tidak terkejut dengan langkah pemerintah yang secara resmi tidak memperbolehkan merayakan Natal beberapa waktu lalu.
"Kita semua memahami bahwa orang percaya tidak memiliki kebebasan untuk merayakan Natal di Somalia, tapi secara resmi melarang Natal menambah penderitaan orang-orang yang sudah mempersiapkan diri," kata salah seorang pemimpin Kristen yang menolak disebutkan namanya seperti diberitakan situs Biblical Recorder, hari Kamis (7/1).
"Pemerintah (Somalia, Red) sudah membuat keputusan tersebut, jika ada salah satu dari anggota kami (sekumpulan pendeta, Red) yang mengkhianati pertemuan tersebut, maka banyak dari kita akan menghadapi tuntutan hukum sepenuhnya. Kemungkinan kami akan dimasukkan terali besi,” kata dia.
Mohamed Khayri, direktur jenderal Kementerian Agama Somalia, mewakili pemerintah Somalia pada (22/12/2015) mengumumkan pelarangan Natal dan perayaan Hari Tahun Baru karena menganggu keimanan komunitas Muslim.
Khayri menyebut kebanyakan warga Somalia menggunakan kalender Islam yang tidak mengakui 1 Januari sebagai awal tahun baru.
Here's why Somalia is banning Christmas, New Year celebrations this year: https://t.co/e9JQKNiKZV pic.twitter.com/z2sYvXUtKe
— USA TODAY (@USATODAY) December 24, 2015
Pemerintah Somalia Keluarkan Bantahan
Menteri Urusan Agama Somalia, Abdikadir Sheekh Ali Ibrahim, mengatakan kepada VOA pada hari Kamis (24/11/2015), bahwa direktur pelayanan di kementeriannya mengumumkan larangan itu atas desakan ulama, yang memperingatkan bahwa perayaan Natal atau Tahun Baru bisa menjadi target militan al-Shabab.
Dia mengatakan bahwa pemerintah memang berhak untuk membatalkan pesta Natal karena masalah keamanan. Namun ia menegaskan setiap orang Kristen di Somalia, termasuk tentara Uni Afrika, diplomat dan staf kedutaan, memiliki hak untuk merayakan liburan Natal.
"Tentara atau orang Kristen lainnya di Somalia bebas untuk mempraktikkan agama mereka sendiri, karena kita umat Islam pun merayakan Idul Fitri di negara-negara non-Muslim dengan bebas," kata Ibrahim.
"Siapa pun bisa melakukan pesta yang tidak menyebarkan agama atau ideologi lain, dan orang-orang dapat melakukan perayaan Tahun Baru," kata dia.
Pada 25 Desember tahun lalu, kelompok militan garis keras al-Shabab melakukan serangan di pangkalan militer Uni Afrika (UA) di Mogadishu, menewaskan lebih dari 10 orang, termasuk tiga tentara Uni Afrika. Kelompok itu mengatakan serangan itu menargetkan pesta Natal di pangkalan.
Seorang pemimpin Kristen Somalia yang lain menyebut sebenarnya merencanakan pesta natal dan Tahun Baru di rumah salah satu warga, namun dia ragu-ragu saat akan membuat pengumuman dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan pemerintah, sehingga dia dan beberapa pemuka agama Kristen lainnya memutuskan memindahkan acara kebaktian dan perayaan Natal ke gereja bawah tanah.
Biblical Recorder mencatat masuknya pengungsi Somalia dari negara-negara lain di Afrika yang memiliki tradisi Kristen seperti Kenya, ditambah dengan kehadiran 22.000 pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika dan asing yang beragama Kristen mendorong larangan tersebut.
Larangan sebelumnya mengumumkan 24 Desember 2013, telah dicabut pada Januari 2014. Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menjelaskan dalam Laporan Kebebasan Beragama Internasional pada 2014 bahwa Konstitusi Somalia menetapkan Islam sebagai agama negara dan melarang penyebaran agama lain.
Konstitusi Somalia juga mensyaratkan bahwa negara hidup sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Syariah dan tidak ada pengecualian dari penerapan prinsip-prinsip hukum syariah untuk non-Muslim.
@4Awesometweet @USATODAY @BarackObama Somali Minister: No Ban on Christmas, New Year's Parties https://t.co/hUyQMTI2Mx
— Abdirashid Muse (@Gobanimodoon) December 25, 2015
“Tidak benar bila ada fakta tidak ada komunitas Kristen di Somalia,” kata pemimpin Kristen.
“Pemerintah menyadari betapa banyaknya pembunuhan brutal yang dialami umat Kristen yang dirahasiakan pemerintah Somalia,” dia menambahkan.
Catatan situs berita gereja Baptis, Baptist News menjelaskan bahwa Somalia adalah negara yang menduduki peringkat kedua setelah Korea Utara yang melakukan penganiayaan yang paling parah terhadap umat beragama.
Pemberontak al-Shabaab dan ekstrimis Islam di Somalia telah menewaskan beberapa warga sipil Kristen dalam perjalanan perjuangan mereka untuk mengambil kendali negara. Seperti yang mereka lakukan pada 2014 saat menyerang sebuah pesta Natal di sebuah pangkalan militer Uni Afrika di Mogadishu, serangan tersebut, kala itu, menewaskan tiga penjaga perdamaian dan seorang warga sipil.
Di antara tugas Misi Uni Afrika di Somalia (AMISOM) pasukan perdamaian adalah untuk mendukung Pemerintah Somalia melawan militan al-Shabaab.
#Lamu One Cop Killed By Al-Shabaab In Lamu County: Tuko News â In a Christmas Day tragedy, one pol... https://t.co/YXWWpcicfc #CountyNews
— Kenya County News (@CountyNewsKe) December 26, 2015
Sepupu Presiden Somalia Hassan Sheikh Mohamud ditembak hingga tewas di ibu kota Mogadishu, Rabu (7/10).
Dikutip dari BBC, Pria bersenjata menembaki kendaraan Liban Osman saar sedang bepergian di wilayah Wadajir, Osman yang merupakan dokter istana dan seorang pria lagi yang diduga seorang pengacara tewas dalam serangan itu.
Kelompok militan al-Shabab mengaku melakukan pembunuhan itu. (brnow.org/ bbc.com)
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...