Pendapatan dan Belanja Negara di RAPBN 2016 Turun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, pada hari Kamis (15/10), sepakat menurunkan postur belanja menjadi Rp 2.095 triliun dan pendapatan negara menjadi Rp 1.822 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.
Penurunan postur belanja dan pendapatan tersebut di antaranya karena perubahan sejumlah asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi yang disesuaikan menjadi 5,3 persen dari asumsi awal 5,5 persen, dan asumsi kurs rupiah menjadi Rp 13.900 per dolar Amerika Serikat pada RAPBN 2016.
Selain itu, asumsi harga minyak pun turun dari 60 dolar AS per barel menjadi 50 dolar AS per barel.
"Ini adalah hasil terakhir dari penyesuaian, setelah pembahasan terakhir di rapat panitia kerja A. Memang berat, semua terjadi begitu mendadak," kata Ketua Badan Anggaran DPR Ahmadi Noor Supit setelah menerima paparan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro.
Secara rinci, Menkeu Bambang menjelaskan, belanja negara yang diusulkan di nota keuangan RAPBN 2016 sebesar Rp 2.121,3 triliun di perhitungan sementara turun menjadi Rp 2.095 triliun. Sementara, pendapatan negara yang diusulkan Rp 1.848 triliun turun menjadi Rp1.822 triliun.
Dari sisi belanja negara, belanja pemerintah pusat dari Rp 1.339 triliun turun menjadi Rp 1.325 triliun. Sedangkan belanja transfer ke daerah dan dana desa dari Rp 782 triliun turun menjadi Rp 770,2 triliun.
Dalam komponen belanja negara, belanja pemerintah pusat juga turun dari Rp 1.339 triliun menjadi Rp 1.325 triliun. Namun, belanja Kementerian/Lembaga (K/L) justru mengalami kenaikan dari Rp 780,4 triliun menjadi Rp 784,1 triliun.
Sedangkan, belanja transfer ke daerah yang pada nota keuangan Rp 782,2 triliun menjadi Rp 770,2 triliun. Dengan begitu, dalam postur sementara ini, belanja K/L jadi lebih besar dibandingkan belanja transfer ke daerah dan dana desa.
Menkeu mengatakan, meskipun kini belanja K/L lebih tinggi dibanding belanja transfer daerah dan dana desa, perbedaan jumlah anggaran dari dua pagu, --yang mencerminkan perimbangan keuangan negara--, itu menjadi semakin kecil.
Kini, kata dia, belanja K/L hanya lebih tinggi Rp 14 triliun dibanding belanja transfer daerah dan dan desa. "Tahun lalu (pada APBNP 2015, bedanya itu Rp 130 triliun. Jadi penurunan perbedaannya signifikan," kata dia.
Dengan begitu, kata Bambang, pemerintah tetap mengupayakan desentralisasi fiskal melalui peningkatan alokasi anggaran ke daerah.
Dari sisi pendapatan, penerimaan perpajakan dari Rp 1.565 triliun turun menjadi Rp 1.546 triliun. Sementara, penerimaan negara bukan pajak dari Rp 280,3 triliun turun menjadi Rp 273,8 triliun.
Adapun defisit anggaran dengan Produk Domestik Bruto yang berubah, sebesar Rp 273,2 triliun atau 2,15 persen dari PDB.
Pembiayaan untuk membayar defisit itu berasal dari pembiayaan dalam negeri sebesar Rp 272,8 triliun, dan pembiayaan luar negeri Rp 400 miliar. Sedangkan asumsi makro lainnya dalam RAPBN 2016 adalah inflasi 4,7 persen (yoy), suku bunga SPN 3 bulan 5,5 persen, lifting minyak 830 ribu barel per hari, dan lifting gas 1.155 ribu barel setara minyak per hari.
Dengan asumsi tersebut, pemerintah dan Banggar memperkirakan konsumsi solar subsidi 16 juta kiloliter per hari, konsumsi minyak tanah 0,69 juta kiloliter per hari dan 6.602 juta kilogram LPG per hari. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...