Pendekatan Ekohidrologi Untuk Lindungi Sumber Daya Air di Yogyakarta
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peneliti senior Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ignasius Dwi Atmana Sutapa, menyarankan, agar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menerapkan pendekatan ekohidrologi untuk solusi persoalan air di wilayah tersebut. Persoalan air di provinsi itu, menurut pendapatnya, semakin bertambah kompleks belakangan ini.
Ignas yang juga Direktur Eksekutif Asia Pacific Center for Ecohydrology United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (APCE - UNESCO), mencontohkan salah satu permasalahan yang cukup kentara saat ini di DIY adalah adanya ekstraksi atau pengambilan air tanah secara berlebihan.
"Akibatnya ketersediaan sumber daya air menurun, sedangkan proses pengembalian air tersebut membutuhkan waktu lama dan tidak secepat pengambilannya," katanya di sela-sela kegiatan National Workshop bertajuk "Best Practices of Sustainable Water Resources Management Based on Ecohydrology Approach" kepada media baru-baru ini di Yogyakarta, seperti dilansir situs lipi.go.id.
Untuk melindungi penggunaan air itu, Ignas berharap pemerintah DIY lebih mengoptimalkan pengambilan air permukaan, karena recovery atau siklus pemulihannya lebih cepat. Hal itu sebagai langkah konservasi sederhana sekaligus melindungi resapan air yang masih tersisa.
Sedangkan solusi yang berkesinambungan atau jangka panjang, dia melanjutkan, menggunakan pendekatan ekohidrologi. Pendekatan tersebut menekankan pada sistem solusi mengelola sumber daya air berkelanjutan.
"Salah satunya dengan membuat grand design pengelolaan sumber daya air berbasis ekohidrologi sebagai sistem solusi yang menjamin keberlanjutan sumber daya air. Sekaligus perlu membangun sistem informasi sumber daya air permukaan dan bawah permukaan agar dapat diakses oleh masyarakat," katanya.
Sekretaris Daerah Provinsi DIY, Rani Syamsinarsi, mengatakan pihaknya melihat memang kondisi sumber daya air di Yogyakarta perlu penanganan komprehensif.
“Kami sendiri berusaha menerapkan pola pengelolaan berbasis 5K (Keraton, Kaprajan, Kampung, Kampus, dan Komunitas),” katanya.
Dari konsep 5K itu, ia menerangkan semua pemangku kepentingan terlibat, baik pihak Keraton Yogyakarta, kaprajan atau pemerintah, kampung atau desa, pihak kampus, dan juga komunitas masyarakat yang peduli dengan keberlanjutan air di masa depan. “Kalau kelimanya berjalan dengan selaras, pengelolaan air di Yogyakarta akan baik,” katanya.
Suratman, Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) juga menuturkan hal serupa, “Kita sebagai pengguna air harus nguwongke (memanusiakan, memperhatikan, Red) air. Filosofi tersebut tentu bisa dibangun oleh semua pihak agar air tidak membawa bencana bagi kehidupan masyarakat.“
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...