Penderita HIV/AIDS pada Anak di Papua Tinggi
Di Provinsi Papua tercatat 25.233 penderita HIV/AIDS. Jumlah penderita anak-anak cukup tinggi.
SALATIGA, SATUHARAPAN.COM – Provinsi Papua termasuk yang menghadapi masalah kesehatan, khusunya HIV/AIDS. Berdasarkan data hingga Merat 2016, di provinsi paling timur Indonesia ini terdapat 25.233 penderita HIV/AIDS.
Data dari dinas kesehatan provinsi, penderita AIDS yang meninggal mencapai 1.836 orang. Sedangkan yang menderita AIDS sebanyak 15.871, dan orang dengan HIV sebanyak 9.362.
Ada kecenderungan bahwa penderita HIV/AIDS di Papua tersebar pada berbagai usia, dari nol tahun (terinfeksi sejak dalam kandungan), hingga usia di atas 50 tahun. Populasi tertinggi penderita HIV/AIDS ada pada usia produktif (25 -59 tahun), sebanyak 14.544 atau lebih dari separoh penderita.
Angka penularan dari ibu ke anak (terinfeksi sejak di kandungan) juga cukup tinggi, yaitu lebih dari 5.800 anak. Dan yang tertinggi adalah penularan melalui jarum suntik, termasuk dalam pemakaian narkotika dan kesehatan. Penularan melalui cara ini mencapai angka 14.500 lebih.
Penularan lain yang cukup tinggi adalah perilaku biseksual (2.800 lebih) transfudi darah, homoseksual dan heteroseksual.
Selain itu, jumlah penderita antara pria dan perempuan mempunyai kecenderungan yang seimbang, dan sebagian besar dari penderita adalah warga negara Indonesia. Warga asing yang tercatat hanya 83 orang.
Berdasarkan daerah, wilayah dengan penderita terbanyak ada di Kabupaten Jaya Wijaya, (5.293), Kabupaten Mimika (4.162), Kabupaten Nabire (4.162), Kota Jayapura (3.762), Kabiupaten Jayapura (1.813) dan Merauke (1.807).
Pendeta Oce Awom dari Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, dalam acara pelatihan yang diselenggarakan UEM Perempuan dan UEM Asia mengajak para pihak untuk bersedia menolong orang-orang yang menderita HIV/AIDS di sana.
Pada hari peringatan HIV/AIDS sedunia pada hari Kamis (1/12) ini, dia juga mengajak agar para pelayan jemaat untuk menyediakan diri menolong mereka, karena banyak di antara mereka yang terabaikan oleh keluarga dan dalam situasi kesulitan.
Awom juga menjadi pegiat pada P3W (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Wanita) GKI Tanah Papua. Dia banyak bekerja untuk melayani warga masyarakat yang hidup dengan HIV/AIDS, termasuk mendampingi agar mereka dapat diterima oleh keluarga dan dirawat dengan memadai pada fasilitas pelayanan publik.
Sementara itu, Ketua P3W GKI Tanah Papua, Hermina Rumbrar, yang bersama Awon di Salatiga, mengatakan bahwa data yang memperlihatkan peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS di Papua adalah karena kesadaran yang meningkat untuk memeriksakan diri.
‘’Sebelumnya orang takut periksa, karena hanya ditakut-takuti bahwa pengidap HIV sudah bisa dikatakan mati,’’ katanya. Sekarang mereka mau memeriksakan diri, dan meskipun harus minum obat sepanjang hidup, mereka tetap bisa hidup normal dan produktif.
Kemungkinan dalam tahun-tahun mendatang data itu akan meningkat seiring meningkatnya kesadaran memeriksa, dan tidak selalu mencerminkan peningkatan jumlah orang ayang terinfeksi. Namun demikian dia berharap usaha pengcegahan terus dilakukan.
Namun di sisi lain ada kemungkinan bahwa data di Papua terjadi karena pencatatan ganda, di mana penderita yang merasa malu memilih memeriksakan diri di lembaga kesehatan di luar kabupaten, dan tercatat ulang di wilayah asalnya.
Mengenai fenomena HIV/AIDS ini, Hermina mengharapkan agar gereja, terutama di tingkat pimpinan, lebih peduli pada masalah kesehatan ini, terutama dalam mendampingi para penderita. Juga membangun jejaring dengan lembaga lain dan pemerintah untuk mengatasinya.
Dari sisi pemerintah, menurut dia, sudah banyak kegiatan dan disediakan dana, namun umumnya belum mencapai sasaran secara tepat pada para penderita. Kegiatan lebih banyak pada kampanye dan pelatihan. Menurut dia, seharusnya kegiatan lebih difokuskan pada mendampingi penderita dan pencegahan.
Editor : Sabar Subekti
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...