Pendeta Asal Sudan Selatan Diusir dari Sudan
KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM – Seorang pendeta asal Sudan Selatan diperintahkan untuk meninggalkan negara tetangga, Sudan, bulan lalu karena kegiatan penginjilan yang dia lakukan.
Seperti diberitakan Morning Star News dan dikutip kembali Christian Times, hari Jumat (20/1), pendeta yang bernama Koat Akot tersebut berasal dari "Sudan Pentecostal Church" atau Gereja Pantekosta Sudan. Dia diberitahu oleh Sudan National Intelligence Security Service (NISS) atau Intelijen Keamanan Sudan untuk meninggalkan negara itu pada pada 6 Desember 2016.
Pejabat NISS mengatakan tidak ingin ada kegiatan gereja di Sudan Selatan. Akot, yang telah membentuk tiga gereja di wilayah Khartoum meninggalkan negara itu pada 9 Desember 2016.
Dia sempat menjalani penahanan pada 18 November ketika otoritas NISS dengan alasan Akot pemimpin kebaktian. Setelah menahan dan mempertanyakan pendeta, pihak berwenang memerintahkan dia untuk melapor ke kantor mereka setiap hari selama tiga pekan.
Selama interogasi, para pejabat NISS menuduhnya bekerja untuk organisasi non pemerintah dan memaksa Akot mengungkapkan sumber pendanaan. “Saya mengatakan kepada mereka saya tidak bekerja untuk organisasi asing,” kata Akot.
Dia menambahkan para pejabat menunjukkan dia daftar orang-orang Kristen dan gereja-gereja yang sedang dipantau dalam upaya memaksa Akot mengaku. Akot mengatakan komputer jinjing, kamera dan telepon miliknya disita petugas.
Menurut Laporan Kebebasan Beragama Internasional yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) tahun 2015, hukum Sudan tidak secara eksplisit melarang kegiatan penyebaran agama, tapi Undang-undang di negara tersebut mengkriminalisasi tindakan yang mendorong umat Islam untuk meninggalkan Islam.
Akot bersikeras bahwa ia memasuki Sudan secara legal dengan paspor yang sah. Dalam catatan Christian Times, orang dari Sudan Selatan masih diizinkan untuk tinggal di Sudan, walau negara tersebut berpisah pada tahun 2011. Terlepas dari mereka yang memilih untuk tetap, beberapa telah melarikan diri ke Sudan setelah letusan perang saudara Sudan Selatan pada tahun 2013 dan 2016.
Banyak orang Kristen asing telah diusir dari Sudan sejak tahun 2012. Pemerintah Sudan telah meluluhlantakkan bangunan gereja berdasarkan dalih bahwa gereja tersebut milik orang Sudan Selatan.
Pihak berwenang Sudan berulang kali menebar ancaman akan membunuh Kristen dari Sudan Selatan yang menolak untuk meninggalkan negara tersebut atau bekerja sama untuk menemukan orang-orang Kristen lainnya.
Dalam catatan khusus Departemen Luar Negeri AS sejak tahun 1999, Sudan dinyatakan sebagai negara yang mendapat catatan berat karena perlakuan sewenang-wenang dan melanggar hak asasi manusia terhadap pemeluk Kristen.
Dalam catatan yang dikeluarkan organisasi yang memberi perhatian kepada kelompok Kristiani teraniaya, Open Doors World Watch List, Sudan menempati peringkat kelima dalam kategori negara yang paling sulit untuk dihuni umat Kristen. (christiantimes.com)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...