Pendeta GKI Refleksikan 73 Tahun BPK PENABUR
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM- Yayasan BPK PENABUR memasuki usia 73 tahun pelayanan di bidang pendidikan.
Pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI), Juswantori Ichwan dalam Ibadah Syukur Ulang Tahun ke-73 Yayasan BPK PENABUR mengucap syukur dan berterima kasih kepada Tuhan karena sekolah dan yayasan BPK PENABUR sebagai institusi pendidikan dapat menjadi luar biasa hebat seperti sekarang ini.
"Selama 73 tahun berjalan ini adalah karena Pertolongan-Mu sampai disini Tuhan telah menolong kami. Kami mengakui juga Tuhan bahwa Firman-Mulah yang menggerakkan kami orang-orang masa ke masa generasi ke generasi untuk meneruskan visi Kristiani di dalam mewujudkan lembaga pendidikan ini," kata Juswantori di awal kotbahnya, Selasa, 25 Juli 2023 di Aula SMAK 1 PENABUR Jakarta.
Sebagai ilustrasi, Juswantori membandingkan BPK PENABUR yang berulang tahun ke 73 dengan manusia yang usianya 73 tahun sebagai usia lanjut (lansia) sekarang.
"Biasanya semakin lanjut usia seseorang semakin sulit untuk dia berubah," katanya.
Juswantori lalu menyebutkan sebuah riset tentang perubahan perilaku kepribadian manusia yang diadakan tahun 2017 yang menunjukkan bahwa semakin manusia berusia lanjut semakin kehilangan akan keterbukaan. Artinya, semakin sulit untuk menerima ide baru, cara baru dan juga semakin sulit katanya menurut hasil riset itu
Juswantori menilai gejala serupa juga bisa terjadi di dalam sebuah institusi pendidikan sekarang yang semakin lanjut usianya, bisa jadi dia merasa sudah semakin mapan dan tidak menyukai perubahan di masa lalu karena penuh dengan bintang, penuh dengan kejayaan, dan penuh keberhasilan.
"Orang akan berkata dari dulu sudah punya segudang resep sukses, sudah punya strategi yang ampuh untuk membuat sekolah ini. Maka ya sudah sekarang tinggal dipertahankan saja, jangan terlalu banyak diubah-ubah nggak perlu di obok-obok nanti malah pada rontok," ungkapnya.
Namun, Juswantori menilai BPK PENABUR tampaknya sudah tidak ingin menjadi seperti itu, makanya ketika mencapai usia 70 tahunan tema setiap tahun BPK PENABUR selalu bicara tentang "Berani Berubah."
"Memang untuk bisa tetap relevan di tengah tantangan zaman, kita harus terbuka terhadap perubahan di era transformasi digital ini," katanya.
Menurutnya, transformasi digital perlu kita sambut dengan tangan terbuka.
"Transformasi digital bukan sesuatu hal yang buruk sama sekali, tidak, ia diciptakan justru untuk mengubah cara kita hidup dan berkarya menjadi lebih mudah, lebih nyaman, lebih tertata, lebih praktis lebih terkoneksi satu sama lain tanpa mengenal batasan geografi. Itu sebabnya komunitas BPK PENABUR perlu menjadi sahabat teknologi, dengan teknologi digital kita nggak gaptek [gagap teknologi]," katanya.
Juswantori menyadari bahwa transformasi digital itu adalah bagai pedang bermata dua, di satu sisi dia mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik, tapi di sisi lain kalau dimanfaatkan secara keliru ia juga bisa mengubah kita menjadi manusia yang cuek, curang, egois, suka memfitnah, dan berprasangka buruk pada kelompok yang berbeda.
"Di sini kita bicara tentang remaja yang tiap jam menatap layar kaca di manapun berada sampai cuek terhadap orang-orang disekitarnya. Kita bicara tentang siswa yang mendadak bisa membuat karya tulis bermutu tinggi padahal cuma copy paste ChatGPT. Mungkin di masa depan bisa jadi disuruh doa makan saja harus tanya dulu sama ChatGPT," contohnya.
Disini kita bicara tentang mereka yang doyan menebar konten-konten bombastis, yang tidak benar yang penting viral agar dirinya mendapatkan keuntungan finansial. Disini kita bicara tentang para guru yang menghabiskan waktu berjam-jam nonton YouTube atau Tiktok sampai lupa baca buku untuk memperdalam ilmunya.
"Para pendidik tanpa sadar dapat menjadi guru yang menghabiskan waktu berjam-jam nonton YouTube atau Tiktok sampai kekurangan waktu membaca buku. Para pendidik tanpa sadar dapat menjadi orang yang masuk kategori kecil sebagai orang yang berubah wawasannya luas tapi dangkal," contohnya lagi.
Menurutnya, komunitas BPK PENABUR dapat memiliki karakter Kristiani dengan menyatakan bahwa kita tidak ingin sekedar ditransformasi oleh digitalisasi tapi ditransformasi oleh Kristus sehingga komunitas BPK PENABUR dapat memiliki karakter Kristiani.
Pendeta Juswantori merujuk Roma 12 yang memberikan pencerahan kepada kita. Dalam suratnya, Paulus bicara tentang soal tentang perubahan akal budi. Menurut Paulus, ada dua prinsip penting untuk orang dapat merubah memiliki karakter Kristiani.
"Yang pertama, prinsip pertama adalah tidak sekedar berubah. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, janganlah kamu menjadi seperti bunglon yang berubah warna sesuai dengan lingkungan sekitar atau terjemahan lain janganlah kamu membiarkan dunia ini membentuk kamu ke dalam pola atau cetakannya atau dalam bahasa yang lebih sederhana jangan kamu menjadi fotokopi dunia ini," katanya.
Juswantori mengatakan, kita harus berani berubah tapi tidak asal berubah. Berapa banyak orang, terutama generasi muda yang sibuk mengubah dirinya agar terlihat modern, canggih, kekinian keren dengan mengikuti yang paling mutakhir di era media sosial.
"Banyak orang tidak menyadari bahwa gaya hidupnya sehari-hari diubah oleh apa yang dikatakan oleh para influencer di YouTube dan lain-lain. Ada banyak orang yang mendapatkan tubuh ideal mirip koleksi boneka Barbie yang dimilikinya. Jadi berani berubah mentransformasi minum obat ini atau itu, pakai produk kecantikan yang ini dan yang itu bahkan ada yang menjalankan operasi plastik," katanya.
"Berapa banyak orang tua yang ingin anak remajanya menjadi keren, hebat? Anak diperlengkapi dengan HP keluaran terbaru, belikan barang-barang branded, dibiasakan hangout di tempat-tempat keren. Dan tentu saja kalau ngomong sama orang tua musti pakai bahasa Inggris biar kelihatan berkelas gitu loh sekarang kan? sekarang suka gitu ya, makin banyak saja ketemu orang tua sama anaknya menggunakan bahasa Inggris mungkin kalau ngomong pakai bahasa Indonesia terlihat kayaknya Ndeso gitu loh," dia mengilustrasikan.
Tanpa sadar, kata Pendeta Juswantori, kita sering menjadikan standar atau trend dunia ini menjadi standar untuk diri kita, untuk keluarga kita, untuk sekolah kita, namun kita menyadari bahwa itu bukan kita, itu bukan identitas kita.
"Banyak sekolah Kristen juga kadang-kadang menggunakan standar tetap, pola yang biasa dipakai di banyak sekolah lain, 'dia pakai ya kita pakai'. Kita perlu berpikir kritis, apakah itu kita atau bukan kita?" kata Juswantori merefleksikan.
Misalnya apa ukuran yang dipakai guru agama dalam memberikan nilai kepada siswa yang mengikuti pelajaran agama? Siswa yang dianggap nilai hasil ulangan agamanya bagus ya berarti nilainya tinggi. Kita mengukur itu ditambah dengan apakah anak itu berapa kali ikut kebaktian dalam sebulan? Mungkin itu yang dijadikan bahan atau materi untuk menilai kerohanian siswa dan keagamaan siswa, padahal bukan dari kerohanian saja, tapi siswa masih terlihat dari buahnya dari perilakunya terhadap orang lain. Bagaimana ia dapat menerima diri dan menemukan identitas yang unik di dalam Tuhan. Bagaimana cara kita menilai apa yang kita jadikan standar di dalam pendidikan?
Prinsip kedua, lanjut Juswantori, untuk memiliki karakter Kristiani menurut Paulus adalah perlu pembaruan budi yang terus-menerus. Paulus menasehati berubahlah oleh pembaharuan budimu sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah apa yang baik yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna? Paulus menyatakan perubahan yang terus-menerus itu mula-mula terjadi di ranah pikiran berubahlah oleh akal budimu.
Pendeta GKI itu mengajak BPK PENABUR pada ulang tahun ke-73 untuk bersyukur atas karya dan dampaknya bagi begitu banyak orang.
"Termasuk saya yang pernah bersekolah di dalamnya. Kita beriman dan berharap agar Tuhan memampukan sekolah ini dapat terus menabur apa yang baik, walau yang ditabur belum tentu tumbuh dengan baik. Kiranya Tuhan menjadikan sekolah ini betul-betul sekolah yang berkarakter Kristiani yang siap mengarungi zaman yang terus berubah," harapan pendeta Juswantori.
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...