Pendidikan Moral Jadi Mata Pelajaran Reguler di SD Jepang
TOKYO, SATUHARAPAN.COM – Tahun ajaran baru pada tahun fiskal 2018 dimulai bulan April ini di hampir semua sekolah dasar di Jepang. Pendidikan moral, yang sebelumnya diadakan hanya sekali dalam satu pekan, berganti status menjadi mata pelajaran reguler yang sejak tahun ajaran baru ini akan menjadi bagian tak terpisahkan dari kurikulum sekolah. Apa alasan penekanan baru terhadap pendidikan moral ini?
Kantor Berita NHK, dalam tinjauannya, Senin, 2 April, berbicara dengan Yoshio Oshitani, profesor di Pascasarjana Universitas Wanita Mukogawa. Sebelumnya, Oshitani menjabat sebagai inspektur khusus bagi mata pelajaran pendidikan moral di kementerian pendidikan.
Profesor Oshitani mengatakan isu mengenai diadakannya kelas pendidikan moral yang kuat telah dibahas setiap kali masyarakat menghadapi kejadian serius, seperti serangan gas sarin oleh sekte Aum Shinrikyo, atau penusukan murid SD yang dilakukan oleh murid SMP. Selain itu, masyarakat juga menghadapi meningkatnya kasus perisakan.
Menurut pemahaman Profesor Oshitani, konsep besarnya adalah untuk membangun sistem pendidikan yang akan mengajarkan anak-anak untuk hidup dalam masyarakat yang berubah. Hal itu dilakukan dengan mengambil langkah kunci demi meningkatkan pendidikan moral, yaitu dengan memasukkannya sebagai mata pelajaran penting dalam kurikulum sekolah.
Sebuah mata pelajaran biasanya harus memenuhi beberapa syarat untuk bisa disebut sebagai "mata pelajaran reguler". Syarat-syaratnya adalah, harus ada buku pelajaran, harus ada penilaian, dan harus diajarkan oleh guru-guru yang terlatih. Dengan meningkatkan status pendidikan moral menjadi mata pelajaran reguler, buku pelajaran akan diadopsi dan digunakan. Anak-anak akan dinilai berdasarkan perbuatan mereka. Guru-guru mungkin bukanlah ahli, tapi beberapa upaya akan diambil untuk menyediakan keahlian yang dibutuhkan mereka. Pelatihan khusus akan disediakan bagi guru yang akan memimpin guru-guru tersebut.
Sekolah-sekolah dasar telah mengadakan kelas pendidikan moral, namun kegiatan dan pelajaran lain sering kali lebih diprioritaskan. Perbedaan besarnya, mulai sekarang hal ini tidak akan terjadi karena guru-guru harus memberikan penilaian yang berarti kelas harus dilaksanakan dengan layak.
Kelas-kelas itu akan mencakup bahan pelajaran yang membahas tokoh-tokoh peraih Hadiah Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran seperti Florence Nightingale, Ibu Teresa, dan Shinya Yamanaka.
Tokoh-tokoh tersebut dapat menjadi sosok panutan bagi anak-anak, sehingga mereka dapat menjadi tertarik dan merenungkan kembali hidup mereka masing-masing. Profesor Oshitani meyakini metode pengajaran yang spesifik akan berfokus pada upaya untuk menanamkan semangat seperti itu dalam diri anak-anak.
Buku pelajaran yang digunakan juga akan mencakup isu-isu seperti perisakan di dalam ruang kelas dan bagaimana cara berperilaku terhadap anak-anak asing yang pindah ke dalam kelas mereka. Pendidikan moral Jepang adalah upaya menyeluruh yang mencakup pembinaan patriotisme, serta mengajarkan kebaikan, menghargai hidup, dan bertahan di saat sulit. (nhk.or.jp)
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...