Peneliti BRIN Temukan Spesies Baru Katak di Sumatera
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Peneliti Badan Riset dan Inovasi (BRIN) dari Pusat Penelitian Biologi berhasil menambah data keanekaragaman hayati dengan penemuan spesies baru Microhyla sriwijaya, katak kecil bermulut sempit dari Pulau Belitung dan Lampung.
Amir Hamidy, Peneliti Herpetologi Pusat Penelitian Biologi yang juga salah satu penulis dari publikasi ini menjelaskan nama sriwijaya dipilih untuk diabadikan sebagai nama jenis ini mengacu pada nama kerajaan pemersatu pertama yang mendominasi sebagian besar Kepulauan Melayu. “Ini berbasis di Sumatra dan mempengaruhi Asia Tenggara antara abad ke-7 dan ke-11,” kata Amir seperti dilansir situs LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).
Bersama dengan beberapa penulis lainnya, yaitu Rury Eprilurahmani, Sonali Garg, Vestidhia Y. Atmaja, Farits Alhadi, Misbahul Munir, Rosichon Ubaidillah, Tuty Arisuryanti, S.D. Biju, dan Ericn. Smith, Amir menuturkan ciri khas dari spesies baru ini, katak jantan dewasa ukurannya kecil dengan panjang moncong hanya berkisar 12,3 hingga 15,8 mm. Penemuan spesies baru dari genus Microhyla ini telah dipublikasikan pada jurnal Zootaxa pada tanggal 2 September 2021.
“Katak ini masih merupakan anggota dari M. achatina dan saudara dari M. orientalis. Namun berdasarkan analisis morfologis, molekuler, dan akustik terdapat perbedaan dan kami mengidentifikasikan katak ini sebagai spesies baru,” tuturnya.
Spesimen katak ditemukan pada tahun 2018 dan 2019 di perkebunan kelapa sawit Pulau Belitung dan Lampung di Sumatera bagian tenggara oleh tim herpetologi. Dilihat dari kombinasi karakternya katak jantan lebih kecil dengan ukuran panjang tubuh kurang dari 16 mm. “Moncongnya tumpul dan bulat, memiliki tanda punggung bewarna coklat kemerahan atau oranye dengan tuberkel kulit yang menonjol,” kata Amir.
Selanjutnya salah satu penemu jenis baru ini, Rury Eprilurahman dari Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada juga menambahkan bahwa saat ini Indonesia memiliki sembilan spesies Microhyla yaitu M. achatina (Jawa), M. berdmorei (Kalimantan and Sumatra), M. mukhlesuri (Sumatra), M. gadjahmadai (Sumatra), M. heymonsi (Sumatra), M. malang (Kalimantan), M. orientalis (Jawa, Bali, Sulawesi, dan Timor), M. palmipes (Bali, Jawa, dan Sumatra), dan M. superciliaris (Sumatera). Dari jumlah tersebut, empat spesies (M. achatina, M. gadjahmadai, M. orientalis, dan M. palmipes) merupakan jenis endemik Indonesia.
Selain itu Rury menjelaskan bahwa Pulau Sumatera, menempati posisi kedua wilayah terluas untuk keanekaragaman spesies Microhyla. Hal ini diwakili oleh tujuh dari sembilan spesies Indonesia (M. achatina, M. berdmorei, M. gadjahmadai, M. heymonsi, M. fissipes, M. palmipes, dan M. superciliaris).
Terkait status konservasi amfibi di pulau Belitung, Amir menjelaskan bahwa habitat amfibi di pulau ini sudah terancam oleh kegiatan antropogenik yang mengakibatkan kerusakan habitat beberapa jesnis amfibi. Penemuan Microhyla sriwijaya menegaskan perlunya melestarikan habitat alami pulau yang berharga.
Selain itu perlu dilakukan survei dan studi herpetologi secara ekstensif di wilayah yang lebih kecil dan kurang tereksplore potensi kehatinya seperti Belitung.
“Spesies amfibi pertama yang endemik di pulau ini, Ichthyophis billitonensis, telah dideskripsikan lebih dari 50 tahun yang lalu (Taylor, 1965). Selanjutnya penemuan jenis katak baru dari Pulau Belitung pada tahun 2012, yakni ditemukannya Leptobrachium ingeri (Hamidy et al., 2012). Terlepas dari penemuan-penemuan ini, tidak ada survei amfibi khusus disertai dengan literatur yang diterbitkan berasal dari pulau ini,” kata Amir.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...