Peneliti Muda Didorong Minati Riset Pelestarian Satwa
BOGOR, SATUHARAPAN.COM - Jumlah peneliti muda di Indonesia yang meminati riset pelestarian satwa, terutama yang bergerak di bidang penangkaran, masih tergolong sedikit. Di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saja, jumlah peneliti muda bidang penangkaran hanya 12 orang. Padahal, riset ini sangat penting untuk membantu kelestarian satwa di alam ke depannya.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Enny Sudarmonowati, mengatakan lembaganya berupaya mendorong peneliti muda dan lebih luas mahasiswa, agar mau bekerja untuk pelestarian satwa melalui penangkaran.
“Saya harapkan para peneliti muda jangan hanya mau turun ke lapangan, bekerja di penangkaran juga diperlukan,” katanya kepada media saat jumpa pers kegiatan Simposium Internasional Asian Vertebrate Species Diversity (AVIS), Senin (24/10), di Gedung Kusnoto LIPI Kota Bogor, Jawa Barat, seperti dilansir situs lipi.go.id.
Enny melihat keengganan peneliti muda bekerja di pelestarian satwa penangkaran karena memang membutuhkan dedikasi tinggi, harus rutin memeriksa kandang, mencatat perilaku satwa setiap saat. “Bahkan jika perlu, Sabtu dan Minggu pun harus masuk pula,” katanya.
Dia menambahkan, melalui Simposium AVIS yang diselenggarakan oleh LIPI melalui Pusat Penelitian Biologi bersama The Japan Society for Promotion of Science (JSPS) dan The Kyoto University Museum, Kyoto University, Jepang, kali ini diharapkan semakin mendorong lebih banyak lagi peneliti muda dan mahasiswa yang mau bergerak di penangkaran pelestarian satwa.
Potensi Ekonomi
Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI, Dr Ir Witjaksono MSc mengatakan, pelestarian satwa melalui penangkaran juga memiliki potensi ekonomi yang besar bila mampu memanfaatkan budidaya satwa tersebut. “Misalnya, bila mampu menangkarkan satwa-satwa untuk produk fashion yang berharga mahal, berapa besar potensi yang kita miliki, kalau dihitung kan pasti besar,” katanya.
Namun demikian, dia mengingatkan bahwa proses penangkaran satwa tidaklah mudah. Penangkaran memerlukan ekstra pengawasan, terkadang ada gagal atau error-nya. “Misalnya ketika reproduksi, satwa tidak mau sembarangan dipasangkan dan kita harus jeli mengamati tingkah lakunya,” katanya.
Hari Sutrisno, Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, mengatakan proses penangkaran yang cukup sulit juga perlu bantuan teknologi dalam prosesnya. “Misalnya, proses pengamatan bisa dibantu dengan CCTV. Itu akan membantu tingkat keberhasilannya,” kata Direktur Museum Zoologicum Bogoriense ini.
Lalu setelah berhasil menangkar suatu jenis satwa yang memiliki nilai ekonomi tinggi, Hari tekankan agar penangkar tidak sembarangan menjualnya di pasaran terutama ekspor.
“Misalnya hewan-hewan untuk bahan baku fashion, seyogianya untuk ekspor dilakukan tidak dalam bentuk material mentah, melainkan barang yang sudah jadi,” katanya.
Amir Hamidy, peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI mengatakan, proses penangkaran satwa sendiri saat ini dilakukan dengan tiga tujuan utama. Pertama, penangkaran hewan-hewan yang pemanfaatannya besar di alam tapi akan terancam punah jika tidak ditangkar. Kedua, penangkaran untuk jenis-jenis hewan langka. Dan ketiga, adalah penangkaran bagi jenis-jenis tertentu yang diperjualbelikan.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...