Peneliti Sebut Seekor Badak Berhasil Hamil Melalui Transfer Embrio
NAIROBI, SATUHARAPAN.COM-Para peneliti mengatakan seekor badak dihamili melalui transfer embrio dalam keberhasilan pertama penggunaan metode yang menurut mereka nantinya dapat menyelamatkan subspesies badak putih utara yang hampir punah.
Percobaan dilakukan pada subspesies badak putih selatan yang kurang terancam punah. Para peneliti menciptakan embrio di laboratorium dari sel telur dan sperma yang dikumpulkan dari badak dan dipindahkan ke induk pengganti badak putih selatan di Ol-Pejeta Conservancy di Kenya.
“Keberhasilan transfer embrio dan kehamilan adalah bukti konsep dan memungkinkan (para peneliti) untuk sekarang dengan aman beralih ke transfer embrio badak putih utara, sebuah landasan dalam misi menyelamatkan badak putih utara dari kepunahan,” kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan, hari Rabu (24/1).
Namun, tim baru mengetahui kehamilan tersebut setelah induk pengganti mati karena infeksi bakteri pada November 2023. Badak tersebut terinfeksi ketika spora dari strain clostridium dilepaskan dari tanah melalui air banjir, dan embrionya ditemukan selama pemeriksaan dan penyelidikan bangkai.
Meski begitu, para ilmuwan tetap optimis dengan temuan mereka, meskipun beberapa aktivis konservasi merasa skeptis bahwa terobosan ini sudah tepat untuk menyelamatkan badak putih utara.
“Sekarang kami memiliki bukti jelas bahwa embrio yang dibekukan, dicairkan, dan diproduksi dalam tabung reaksi dapat menghasilkan kehidupan baru dan itulah yang kami inginkan untuk badak putih utara,” kata Thomas Hildebrandt, peneliti utama dan kepala Departemen Reproduksi di BioRescue.
Sekitar 20.000 badak putih selatan masih ada di Afrika. Subspesies tersebut dan juga spesies lainnya, badak hitam, bangkit kembali dari penurunan populasi yang signifikan akibat perburuan culanya. Namun, subspesies badak putih utara hanya diketahui memiliki dua anggota tersisa di dunia.
Najin, yang berusia 34 tahun, dan anaknya yang berusia 23 tahun, Fatu, keduanya tidak mampu bereproduksi secara alami, menurut Ol-Pejeta Conservancy tempat mereka tinggal.
Badak putih jantan terakhir, Sudan, berusia 45 tahun ketika ia disuntik mati pada tahun 2018 karena komplikasi terkait usia. Dia adalah ayah Najin.
Para ilmuwan menyimpan air maninya dan empat badak mati lainnya, dengan harapan dapat digunakan dalam fertilisasi in vitro dengan telur yang diambil dari badak putih utara betina untuk menghasilkan embrio yang pada akhirnya akan dibawa oleh ibu pengganti badak putih selatan.
Beberapa kelompok konservasi berpendapat bahwa mungkin sudah terlambat untuk menyelamatkan badak putih utara melalui fertilisasi in vitro, karena habitat alami spesies tersebut di Chad, Sudan, Uganda, Kongo, dan Republik Afrika Tengah telah dirusak oleh konflik manusia.
Mereka yang skeptis mengatakan upaya ini harus fokus pada spesies lain yang terancam punah dan memiliki peluang lebih besar untuk bertahan hidup.
“Berita keberhasilan transfer embrio pertama pada badak merupakan sebuah langkah yang menggembirakan, namun sayangnya hal ini sudah terlambat untuk menciptakan kembali populasi badak putih utara yang layak,” kata Dr. Jo Shaw, CEO Save the Rhino International.
Shaw mengatakan fokus kelompoknya tetap pada mengatasi dua ancaman utama terhadap lima spesies badak di seluruh dunia, perburuan badak untuk diambil culanya dan hilangnya habitat mereka akibat pembangunan.
“Harapan terbaik kami adalah tetap bekerja sama dengan berbagai mitra yang terlibat untuk memberikan ruang dan keamanan yang dibutuhkan badak untuk berkembang secara alami,” katanya.
Kelompoknya mengatakan pihaknya terus mendorong pembiakan alami untuk meningkatkan jumlahnya. Mereka mengutip contoh badak sumatera, yang populasi hewannya kurang dari 80 ekor. Tahun lalu, dua anak badak dilahirkan melalui reproduksi alami, kata kelompok tersebut. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...