Penelitian: Polusi Udara Terkait dengan Risiko Demensia
LONDON, SATUHARAPAN.COM – Polusi udara di perkotaan, yang sebagian besar berasal dari kendaraan, dikaitkan dengan meningkatnya risiko demensia, yang dapat berbentuk lupa, kecemasan, halusinasi, kesulitan berkomunikasi, dan perubahan mood.
Hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal medis BMJ Open hari Rabu (19/9) menunjukkan, hubungan antara polusi udara di perkotaan dan meningkatnya risiko demensia masih ada meskipun faktor-faktor lain, seperti minum minuman keras, merokok atau faktor risiko lain yang sudah lebih dulu diketahui – sudah diatasi.
Di seluruh dunia, sekitar 7 persen orang yang berusia di atas 65 tahun menderita Alzheimer atau semacam demensia, dimana prosentase penderita yang berusia di atas 85 tahun meningkat menjadi 40 persen.
Jumlah mereka yang terpapar penyakit ini di seluruh dunia diperkirakan akan naik berlipat ganda pada tahun 2050, sehingga ditengarai bakal menimbulkan tantangan besar terhadap sistem layanan kesehatan.
“Dalam beberapa dekade mendatang, pencegahan segala bentuk demensia merupakan keprihatinan kesehatan publik utama di seluruh dunia,” demikian tulis para peneliti.
Bahan-bahan kimia yang dibuang knalpot kendaraan, seperti nitrogen dioksida (NO2), diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan masalah pernapasan terutama asma.
Tetapi masih belum jelas apakah bahan-bahan kimia itu juga menimbulkan Alzheimer atau jenis lain demensia.
Untuk mengetahui lebih lanjut, tim penelitiyang dipimpin Dr Iain Carey di Institut Penelitian Kesehatan Penduduk, Universitas London, meneliti arsip kesehatan 131.000 yang tinggal di Greater London, yang pada tahun 2004 berusia antara 50-79 tahun.
Ketika penelitian ini dimulai, belum ada satu orang pun yang menunjukkan tanda-tanda demensia.
Berdasarkan alamat tempat tinggal, para peneliti memperkirakan ada paparan tahunan, baik NO2, maupun partikel halus yang dikenal sebagai PM2,5, dan kemudian mereka melacak kondisi kesehatan peserta selama tujuh tahun. Selama kurun waktu itu hampir 2.200 pasien, atau berarti 1,7 persen dari total orang yang diteliti, didiagnosis menderita demensia.
Sebagian pasien yang tinggal di daerah yang paling banyak terkena polusi, yang mencapai 40 persen atau lebih, tampaknya lebih menderita dibanding mereka yang tinggal di daerah-daerah yang tidak terlalu terpapar NO2 dan PM2,5.
Mengingat studi ini didasarkan pada analisa fakta dibanding uji coba klinis dalam suatu bentuk eksperimen, tidak ada kesimpulan sebab-akibat yang dapat diambil. Tetapi temuan ini menunjukkan bahwa produk kimia sampingan akibat pembakaran diesel dan bensin, dapat merusak fungsi otak.
“Polusi udara akibat lalu lintas telah dikaitkan dengan perkembangan kognitif yang buruk pada anak-anak,” demikian hasil penelitian tersebut. Ditambahkan, meskipun dampak polusi udara itu relatif biasa, “penundaan paparan demensia dapat memberi manfaat kesehatan masyarakat yang signifikan.”
Studi ini disambut baik para ahli yang mengkaji penelitian ini sebelum dipublikasikan.
Badan Lingkungan Hidup Eropa memperkirakan lebih dari 400.000 orang di daerah perkotaan Eropa meninggal dunia sebelum waktunya setiap tahun akibat polusi udara. (Voaindonesia.com)
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...