Penerbit Minta Pemerintah Atasi Pembajakan Buku
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penerbit meminta pemerintah tegas dalam mengatasi pembajakan buku yang banyak ditemukan di sejumlah marketplace atau laman penjualan daring.
“Data dari Ikapi pada 2019, menemukan 75 persen penerbit menemukan bukunya dibajak. Sayangnya, penerbit tidak bisa melaporkan marketplace, walaupun mereka menyediakan tempat peredaran bajakan,” ujar Content Manager Gramedia Digital, Bagus Adam, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (1/7).
Pelaku pembajakan berlindung di balik Surat Edaran Menkominfo Nomor 5/2016. Padahal Undang-Undang Nomor 28/2014 melarang pembajakan, tetapi masuk delik aduan. Tanpa pengaduan tidak bisa diproses.
“Ini merepotkan kalau harus didasari aduan. Menyita waktu,” kata dia.
Meski demikian, lanjut Bagus, pihaknya tidak mau berpolemik panjang soal buku bajakan. Gramedia justru memilih “jalur melawan pembajakan”, misalnya dengan menyediakan paket berlangganan murah, menyediakan perpustakaan umum digital, bekerja sama dengan marketplace melawan pembajakan, bersinergi dengan penulis atau pengarang, hingga mendukung tim pemberantasan pembajakan yang dibentuk Ikapi.
“Industri buku bukanlah industri gratisan. Namun, jangan sampai pemerintah seolah-olah melindungi para toko bajakan,” tambah Bagus.
Sementara itu, Co-founder Storial.co Brilliant, Yotenega, mengatakan industri buku bukanlah industri gratisan. Bahkan, keuntungan yang didapat oleh penulis hanyalah 10 persen. Belum lagi daftar tunggu buku untuk dipajang di toko buku yang bisa memakan waktu enam hingga 12 bulan.
Efek pandemi memang memberi pukulan telak bagi industri buku. Jika pada 2019 berhasil ada 41.259 judul yang beredar, namun pada 2020 menurun cukup signifikan menjadi 32.935 total judul yang beredar.
Duta Baca Indonesia, Gol A Gong, mengatakan literasi digital harus dikelola dengan baik, agar distribusi buku dapat menjawab persoalan distribusi.
Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpustakaan Nasional, Adin Bondar, mengatakan meski pandemi kebutuhan masyarakat terhadap informasi dan pengetahuan tetap dijamin.
“Masyarakat berpengetahuan adalah jaminan untuk mereka kreatif, inovatif dan produktif,” kata Adin.
Perpustakaan Nasional sejak pandemi sudah menghadirkan berbagai fitur layanan digital seperti iPusnas, e-resources, Khastara, dan layanan tanya jawab Ask a Librarian. Kehadiran layanan tersebut memudahkan masyarakat mengakses pengetahuan tanpa harus mendatangi langsung.
Adin menambahkan buku dan perpustakaan bukan hanya sekedar mencerdaskan tetapi juga mencerahkan.
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...