Pengadilan Iran Eksekusi Mati Pemrotes Yang Bunuh Anggota Garda Revolusi
TEHERAN, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang Iran pada hari Rabu (5/8) mengeksekusi mati seorang Iran, karena membunuh seorang prajurit dari pasukan elite dalam protes anti pemerintah pada tahun 2017, menurut laporan kantor berita semi-resmi Iran, ISNA. Eksekusi itu mendapat kecaman dari kelompok hak asasi manusia.
Mostafa Salehi, salah satu dari beberapa orang yang dihukum mati karena peran mereka dalam protes anti pemerintah dalam beberapa bulan terakhir, dihukum karena menembak Sajjad Shah-Sanai, seorang anggota Garda Revolusi.
Eksekusinya dilakukan sebagai hukuman retribusi yang diminta oleh orangtua korban, kata ISNA.
Kerusuhan pada akhir tahun 2017 dan awal tahun 2018 dimulai sebagai demonstrasi menentang kesulitan ekonomi yang menyebar ke seluruh negeri, memicu kekerasan yang menewaskan 21 orang dan ribuan pemrotes ditangkap, menurut pejabat.
Ekonomi Iran kembali jatuh, lumpuh oleh sanksi Amerika Serikat dan pandemi virus corona, dan para aktivis mengatakan hukuman mati terhadap Salehi dan lainnya ditujukan untuk mengintimidasi pengunjuk rasa di masa depan. Namun penguasa ulama Iran membantahnya.
Lampu Hijau Eksekusi Mati
"Keheningan komunitas internasional tentang eksekusi Salehi dapat dianggap sebagai lampu hijau untuk eksekusi lebih lanjut," kata Mahmoud Amiri-Moghaddam, direktur kelompok Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Oslo, dalam sebuah pernyataan.
Pada bulan Juli, pengadilan menghentikan eksekusi tiga orang lainnya yang terkait dengan protes anti pemerintah bulan November lalu, setelah tagar "Jangan dieksekusi" di-tweet jutaan kali dalam bahasa Farsi oleh orang Iran di dalam dan di luar negeri.
Salehi dieksekusi di Isfahan "atas permintaan orangtua (Shah-Sanai)," kata ISNA, mengutip pernyataan dari departemen kehakiman provinsi.
Di bawah Syariah Iran, atau hukum Islam, keluarga korban pembunuhan dan beberapa kejahatan lainnya dapat menuntut kematian pihak yang bersalah, atau mengganti hukuman dengan imbalan kompensasi finansial.
Para pejabat Iran menuduh musuh bebuyutan Iran, Amerika Serikat, dan lawan pemerintah yang hidup dalam pengasingan memicu kerusuhan.
Pada bulan Juni, pengadilan Iran mengatakan mereka telah menjatuhkan hukuman mati terhadap Ruhollah Zam, karena diduga memicu kerusuhan akhir tahun 2017 di media sosial. Zam, seorang jurnalis yang berpusat di Paris yang menjadi aktivis, ditahan pada tahun 2019 setelah ke Irak, menurut Pengawal Revolusi. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Beijing Buka Dua Mausoleum Kaisar Dinasti Ming untuk Umum
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Dua mausoleum kaisar di Beijing baru-baru ini dibuka untuk umum, sehingga...