Pengamat: Ada Stigma Negatif tentang Pebisnis Arab Saudi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Lembaga Studi Hubungan RI-Timur Tengah, Muhammad Ja'far, mengatakan di kalangan otoritas maupun pengusaha Indonesia ada stigma yang kurang positif tentang pebisnis Arab Saudi. Hal ini terkait dengan beberapa peristiwa, misalnya, belum terealisasinya janji ganti rugi terhadap korban jatuhnya crane di Masjidil Haram, Mekkah, tahun 2016 silam.
Oleh karena itu kunjungan Raja Salman dari Arab Saudi ke Indonesia harus menjadi momentum bagi negara itu untuk memperbaiki citra yang kurang baik tersebut. Apalagi Arab Saudi harus bersaing dengan negara-negara Timur Tengah lainnya merebut peluang di Indonesia.
"Saya secara pribadi berbicara dengan otoritas dan kalangan pebisnis kita. Ada stigma yang kurang positif terhadap pebisnis Arab Saudi,... ada janji-janji investasi, tetapi dalam realisasinya sangat alot, oleh berbagai faktor. Nah saya melihat ini momentum yang tepat bagi Arab Saudi memperbaiki performa manajemen politik dan bisnisnya," kata Muhammad Ja'far dalam sebuah wawancara dengan televisi swasta Senin (27/2).
Menurut dia, bolanya saat ini ada pada Arab Saudi untuk menghapus stigma negatif tersebut. Sebab, Arab Saudi harus berlomba dengan negara-negara lain dalam menggarap pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
"Kalau tetap dengan performa yang seperti ini, mereka memang akan kesulitan. Sementara negara-neagra Arab lain jauh lebih rapi manajemen politiknya. Dengan kata lain bolanya ada di pemerintah Arab Saudi, kalau mereka ingin memiliki pengaruh di Asia Tenggara. Kerjasama investasi itu harus disusun dengan nalar manajemen yang rapi," tutur dia.
Muhammad Ja'far mengatakan konteks politik global di Timur Tengah kini mengalami perubahan. Dulu, kata dia, ketika Raja Faisal ke Indonesia, konteksnya adalah Arab Saudi tengah bersaing dengan Israel. Pada saat yang sama hubungan Isaral dan Palestina sangat panas. "Dia mengunjungi RI untuk mendapat legitimasi dari Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk Muslim terbesar," kata dia.
Saat ini, kata dia, konstelasi politik di Timteng mengharuskan mereka melirik Asia Tenggara dan Afrika. Apalagi secara poplitis posisi Indonesia semakin penting di Asia Tenggara.
"Presiden RI sudah berknjung ke Iran dan realisasnya sudah langsung terlihat. Tentu Arab Saudi tidak mau ketinggalan," tutur dia.
Jadi, kata dia, ini kesempatan yang baik bagi Arab Saudi. "Mereka melihat potensi hubungan ke depan sangat baik. Kedua, mereka tidak mau ketinggalan dengan negara Timteng lainnya. Pada saat yang sama mereka sudah mencanangkan visi 2030 sebagai upaya keluar dari ketergantungan pada minyak. Visi ini harus mereka wujudkan," kata Muhammad Ja'far.
Bagi Indonesia, kata dia, hal ini juga strategis sebab mengirimkan pesan bukan hanya kepada Arab Saudi tetapi juga negara-negara Arab lainnya, bahwa Indonesia semakin penting di Asia Tenggara.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...