Pengamat: Ahok Jangan Gegabah Kaji Dana Bamus Betawi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat Politik, Emrus, menganjurkan kepada Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan terkait penghentian dana hibah kepada organisasi kemasyarakatan Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi). Ia menilai, Ahok harus bersikap proposional dalam menghadapi setiap persoalan yang ada.
Ahok dalam menelisik alokasi dana harus dilihat dari aspek penggunaan yang dikaji oleh pihak yang berwenang. Apabila terbukti terdapat penyelewengan, maka Ahok bisa memproses tanpa menghentikan hak berdemokrasi Bamus Betawi.
“Permasalahan dalam pemberian dana jangan lalu menghentikan aspirasi kelompok. Bukan berarti melarang menyampaikan pandangan. Kalau dana itu digunakan untuk menggerakkan mesin politik dengan tujuan-tujuan politik tertentu yang tidak sesuai dengan alokasi dana, maka itu yang menyalahi dan bisa langsung diproses,” ujar Emrus, kepada satuharapan.com, hari Rabu (7/9) sore.
Emrus memandang, Bamus Betawi sebagai organisasi kemasyarakatan apabila ingin mengusung calon gubernur dan wakil gubernur tertentu sepanjang tidak melanggar aturan, maka sah-sah saja. Menurutnya, definisi politik tidak boleh diartikan secara sempit, tapi harus diartikan secara konstitusi.
“Karena setiap organisasi masyarakat boleh mengajukan aspirasinya. Konstitusi kita pun mengatakan ada kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Organisasi masyarakat bisa saja mereka mengajukan siapa pun, itu hak politik mereka untuk menyalurkan aspirasi,” ujar dia.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, di Balai Kota DKI Jakarta, hari Rabu (7/9), juga menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) telah membahas hal ini dan berharap tak ada tindakan penyalahgunaan.
“Kemarin kami rapat dengan Kesbangpol. Jadi begini, Bamus Betawi tugas pokoknya adalah untuk melestarikan Budaya Betawi. Fokusnya ke situ. Namun, jika ada orang-orang di dalam yang ditengarai mencoba menarik ke ranah politik, itu yang nggak bener. Itu yang nggak boleh,” ujar Djarot.
Pemprov DKI memiliki kepedulian dalam rangka membangun kepribadian yang berdasarkan pada budaya lokal, seperti tari-tarian, kuliner, adat istiadat, dan lain-lain. Djarot menjelaskan Pemprov DKI dalam pemberian dana selalu sesuai kebutuhan berdasarkan proposal usulan kegiatan yang akan dilakukan Bamus Betawi.
“Prosedurnya selalu lewat proposal. Dari proposal bisa kita lihat apa urgensinya, tempatnya, dan apa kepentingan kegiatannya. Saya yakin kalau di Bamus Betawi peduli betul Budaya Betawi. Namun, jangan diselewengkan untuk kegiatan politik, apalagi yang menyinggung politik dan SARA,” katanya.
Perihal sanksi, tidak diberikan sanksi bagi Bamus Betawi apabila ditemukan pelanggaran. Hanya akan ada introspeksi. Djarot menyarankan kepada Bamus Betawi apabila memiliki aspirasi politik bisa menyalurkannya melalui partai politik (Parpol).
“Kalau politik salurkan lewat parpol, misalnya Pak Haji Lulung kan ada di Bamus, kalau politik, salurkan ke Parpol. Pak Haji Nachrowi Ramli kan dari Forkabi, salurkan ke partai. Tidak melalui Bamus Betawi,” katanya.
Sebelumnya, ajakan untuk tidak lagi memilih Ahok mewarnai acara Lebaran Betawi 2016 di Lapangan Banteng, Gambir, Jakarta Pusat, hari Minggu (14/8).
Situasi itu terjadi saat Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), Lutfi Hakim, menyampaikan kata sambutannya. Lutfi mengawali sambutannya dengan ungkapan kekecewaan atas ketidakhadiran Ahok, sapaan Basuki, dalam acara tahunan itu.
"Tadinya saya mau ngomong tiga jam, tapi karena enggak ada Ahok, tiga menit ajalah," ujar Lutfi.
Melanjutkan sambutannya, Lutfi kemudian menceritakan jasa masyarakat Betawi dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia dan Kota Jakarta. Ia menyebut digelarnya Sumpah Pemuda hingga Proklamasi Kemerdekaan yang digelar di Jakarta tidak lepas dari jasa masyarakat Betawi.
Setelah itu, Lutfi menceritakan kesuksesan pembangunan di Jakarta era Gubernur Ali Sadikin yang disebutnya tak lepas dari kerelaan masyarakat Betawi melepas kepemilikan tanah-tanahnya tanpa ganti rugi.
"Buat proyek MHT jalan-jalan di kampung-kampung itu apa diganti? Kagak. Karena begitu cintanya kita pada Jakarta. Lalu kenapa kita tidak dianggap padahal itu investasi kita. Sekarang seenaknya main-main gusur," kata Lutfi.
Pembahasan Lutfi kemudian mulai mengarah ke anjuran umat Islam untuk tidak memilih orang yang tidak seagama sebagai pemimpin. Ia kemudian membandingkannya dengan perlawanan Kiai Nur Ali kepada Belanda.
"Kenapa sih Kiai Nur Ali harus perang melawan penjajah Belanda. Padahal, Belanda membangun juga, enggak? Bangun. Bangun jalan, bangun stasiun kereta. Tapi kenapa harus melawan? Karena persoalan harga diri dan perintah Tuhan," ujar dia.
Ia kemudian mencontohkan penggusuran yang dilakukan pemerintahan Ahok terhadap permukiman warga di Kampung Pulo, Jakarta Timur, dan Pasar Ikan, Jakarta Utara, yang dinilainya tidak menghargai umat Islam. Sikap Ahok itu dinilai Lutfi adalah perbuatan yang zalim dan pantas untuk diperangi.
Di pengujung sambutannya, Lutfi mengajak warga Betawi untuk tidak memilih Ahok pada Pilkada 2017 mendatang. Selain itu, ia menyampaikan harapan agar ada partai politik yang mau mengusung tokoh Betawi sebagai calon gubernur.
"Makanya kita sepakat orang Betawi saatnya bangkit. Mudah-mudahan tahun 2017 gubernurnya orang Betawi. Paling enggak ada perwakilan Betawinya," tutur Lutfi.
Pernyataan Lutfi itulah yang membuat Ahok merasa kecewa dengan Bamus Betawi karena harus mencampuradukkan wadah pelestarian budaya lokal Betawi dengan politik yang dikait-kaitkan dengan unsur SARA.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...