Pengamat: Jokowi Bisa Kalah Kalau Tidak Dongkrak Elektabilitas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengamat politik, Burhanuddin Muhtadi, menilai pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla bisa kalah dalam pertarungan Pemilihan Presiden 2014 apabila tidak berjuang mendongkrak elektabilitasnya yang terus menurun sementara elektabilitas lawannya, Prabowo dan Hatta Rajasa meningkat.
"Jokowi-Jusuf Kalla bisa kalah kalau tidak melakukan apa-apa. Dari hasil survei Indikator Politik Indonesia pada Maret sampai awal Juni, elektabilitas Jokowi menurun sedangkan Prabowo justru meningkat," kata Burhanuddin yang juga menjabat Direktur Eksekutif Indikator politik Indonesia itu dalam Seminar Nasional "Memilih Presiden yang Pro Kelestarian Lingkungan dan HAM", di Jakarta, hari Rabu (18/6), seperti dikutip Antara.
Menurut Burhanuddin, untuk mendongkrak tren elektabilitas yang menurun jauh lebih sulit ketimbang untuk menaikkan elektabilitas dari bawah ke atas. "Untuk mendongkrak tren turun ini, tim Jokowi butuh energi tiga kali lipat," kata Burhanuddin.
Pemimpin Jujur
Dia mengatakan bahwa melemahnya elektabilitas Jokowi disebabkan karena beberapa hal. Menurut dia, Jokowi adalah calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang diidentikkan sebagai pemimpin jujur dan dekat dengan rakyat sedangkan Prabowo dari Partai Gerakan Indonesia Raya dianggap sebagai pemimpin yang tegas dan berwibawa.
Namun berdasarkan hasil survei Indikator politik Indonesia, lanjutnya, jumlah masyarakat yang menginginkan pemimpin jujur semakin berkurang. Pada tahun 2013 menunjukkan 60 persen masyarakat yang memilih pemimpin jujur namun pada tahun 2014 menjadi 40 persen.
"Kejujuran mengalami penurunan sebagai kriteria yang sangat penting dari capres yang menyebabkan tren Jokowi turun. Saat ini, masyarakat cenderung memilih berdasarkan persepsi terhadap capres," kata dia menjelaskan.
Kampanye Hitam
Selain itu, kampanye hitam efektif menurunkan elektabilitas Jokowi. Beberapa waktu lalu Jokowi diserang kampanye hitam menyangkut isu SARA, seperti Jokowi keturunan Tionghoa dan kristen serta anti-islam.
"Kampanye hitam terkait isu Kristen dan Tionghoa ternyata efektif menurunkan elektabilitas Jokowi. Sedangkan elektabilitas Prabowo tidak terganggu dengan isu pelanggaran HAM," kata Burhanuddin.
Dia menjelaskan bahwa Prabowo semakin didukung kelas menengah yang tidak terpengaruh dengan isu pelanggaran HAM yang dikaitkan dengan mantan perwira TNI Angkatan Darat itu.
"Survei saat ini menunjukkan Jokowi kalah di kalangan kelas menengah. Isu tentang HAM selama empat tahun hanya naik tiga persen, kampanye HAM berjalan ditempat karena banyak orang yang tidak tahu. Ini menunjukan ada kegagalan untuk memberikan pendidikan politik pada masyarakat tentang HAM," tutur Burhanuddin.
Dalam survei top of mind, Jokowi masih unggul namun posisi Prabowo semakin mendekat. Elektabilitas Jokowi turun dari survei bulan Maret 2014, yang saat itu mendapatkan 32,5 persen, sementara Prabowo pada saat itu baru di angka 11,4 persen. Lalu elektabilitas Jokowi turun lagi sebesar 31,8 persen sedangkan Prabowo menyusul di bawahnya dengan 19,8 persen.
"Dukungan terhadap Prabowo kuat di wilayah kota dengan tingkat pendapatan pemilih di atas Rp 1 juta sedangkan benteng pertahanan Jokowi di desa," kata Burhuddin.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...