Pengamat: Tayangan Pernikahan Putra Jokowi Tidak Bermanfaat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Lembaga Kajian Media dan Televisi Remotivi Muhammad Heychael mengritik tayangan liputan pernikahan putra sulung dari Presiden RI Joko Widodo yang digelar pada Kamis (11/6).
“Saya tidak melihat liputan (pernikahan putra Jokowi) itu mengangkat isu-isu publik. Yang terjadi malah drama dan sensasinya yang dikedepankan,” kata Muhammad kepada bbc.com, Kamis (11/6).
Seharusnya, menurut dia, sejumlah stasiun televisi yang menyiarkan acara tersebut menyinggung apakah fasilitas negara dipakai dalam acara tersebut.
“Yang muncul adalah berita (sensasi) apakah tamu negara naik becak menuju akad nikah. Akhirnya, saya melihat Jokowi dan (artis) Rafi Ahmad (yang pernikahannya disiarkan secara langsung beberapa bulan yang lalu) itu tidak ada bedanya. Dua-duanya selebriti.”
Menurutnya, televisi adalah media publik yang seharusnya mengangkat persoalan yang menyangkut kepentingan publik.
Tanggapan Komisi Penyiaran Indonesia
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki pendapat yang berbeda dari Muhammad. Menurut mereka, tayangan liputan pernikahan putra Presiden RI ketujuh tersebut tidak ada pelanggaran.
“Durasinya normal atau wajar dan informasi itu yang ditunggu oleh masyarakat karena kepala negara menikahkan putranya. Pasti masyarakat ingin mengetahui atau mendapat informasi tersebut,” kata Komisioner KPI bidang Pengawasan Isi Siaran Agatha Lily kepada bbc.com, Kamis (11/6).
Agatha menjelaskan isi tayangan televisi yang meliput acara itu "cukup bervariasi dan bahkan ada yang mengangkat sisi budaya dan sosial."
KPI, menurutnya, juga menganggap tayangan langsung dari lokasi proses pernikahan "tidak berlebihan".
"Ini adalah pernikahan anak presiden, wajar juga diliput. Sama seperti (liputan pernikahan anggota Kerajaan) di Inggris, sama seperti pernikahan putra (mantan) Presiden SBY. Masyarakat membutuhkan. Ini informasi untuk kebutuhan publik," kata dia.
Ditanya apa dasarnya sebuah proses pernikahan putra presiden dianggap sebagai kepentingan publik, Agatha menjawab: "Karena presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintah. Tentu saja informasi itu pasti dibutuhkan oleh publik."
Agatha juga menganggap durasi tayangan proses pernikahan itu tidak berlebihan.
"Jadi tidak mengurangi kebutuhan akan informasi lain. Yang tidak boleh adalah ketika menyiarkan sehari-semalam sehingga masyarakat yang ingin mendapatkan informasi lain menjadi terganggu," kata dia.
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...