Pengungsi di Jerman Rayakan Idulfitri dalam Kesederhanaan
BERLIN, SATUHARAPAN.COM – Bulan Ramadan dilalui umat Muslim di seluruh dunia dengan berbagai aktivitas berbeda-beda, setelah diwajibkan berpuasa satu bulan lamanya.
Tidak terkecuali bagi Moustafa Shikh Habib dan keluarganya yang mengungsi dari Suriah, dan sejak tahun lalu menetap di Berlin, Jerman.
Seperti yang dia kemukakan kepada Fox News, hari Selasa (5/7) dia mengatakan ini adalah kali pertama menjalani puasa di bulan Ramadan di Jerman dan ia merasa bersyukur keluarganya masih utuh, dan setiap hari melalui manis dan pahit kehidupan di Jerman.
Laki-laki berusia 36 tahun itu tinggal bersama istri dan empat anak di dua kamar sempit di pusat pencari suaka di Berlin.
Ia mengatakan sulit berada jauh dari anggota keluarga lainnya pada hari khusus Idulfitri.
"Tapi setidaknya kita baik-baik saja di sini, Alhamdulillah,” kata Habib.
Di pengujung Ramadan, Habib dan istrinya, Susan Sheikha mengaku hanya membeli beberapa perman, cokelat dan teh dingin sebagai sajian yang dianggap spesial.
Habib membiasakan kepada anggota keluarganya agar berbagi dan hidup sederhana dengan pengungsi lainnya.
Sebelum bulan Ramadan, pada siang hari, Habib menceritakan mereka makan dengan semangkuk sup kacang, yang dihiasi tomat, bawang, sebuah roti, dan jeruk sebagai penambah nutrisi vitamin C.
“Kami senang di sini. Saya bahkan tidak berpikir untuk kembali ke Suriah,” kata Habib, yang dulu bekerja sebagai sopir taksi di Suriah.
Habib dan keluarganya dahulu tinggal di Raqqa, Suriah, mereka melarikan diri dari perang di Suriah, mereka menghabiskan dua tahun di pengungsian di Irak utara, kemudian berpindah lagi ke Jerman sepuluh bulan lalu.
Habib memutuskan mengungsi setelah ayahnya meninggal dunia dalam serangan bom. Sheikha bermimpi di Jerman dapat bekerja sebagai penata rambut lagi – seperti yang dia lakukan di Suriah – tapi dia bersyukur anak-anaknya sudah bersekolah dan belajar bahasa Jerman.
Menteri Luar Negeri Jerman Frank Walter Steinmeier berharap umat Islam di seluruh dunia memperoleh berkat di bulan Ramadan dan dapat merayakan Idul Fitri dalam kesederhanaan di Jerman.
“Kekerasan dan perang memaksa banyak orang di pelarian dan sebuah perjalanan yang tidak aman berarti mempertaruhkan hidup mereka,” kata Steinmeier.
Steinmeier mengatakan merayakan Idul Fitri di tempat penampungan migran di seluruh negeri sangat menantang, karena mereka tidak bisa menyiapkan makanan sendiri dan tidak memiliki cukup uang untuk membeli pakaian baru mewah seperti yang mereka lakukan di kampung halaman mereka sendiri.
“Kami memikirkan orang-orang ini setiap waktu,” kata dia.
Dalam catatan foxnews.com, lebih dari satu juta pencari suaka datang ke Jerman pada 2015.
Sebagian dari mereka berasal dari Suriah, Irak dan Afganistan. (foxnews.com).
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...