Pengungsi Lintas Negara Tidak Dapat Ditangani Sendirian
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – UNHCR (Badan PBB yang menangani pengungsi) mengapresiasi tekad 13 negara Asia Pasifik menangani pengungsi lintas negara. Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan pengungsi yang menyeberangi laut dari negara konflik ke negara tujuan. Direktur Perlindungan Internasional UNHCR, Volker Turk menyatakannya seusai penandatanganan Deklarasi Jakarta pada Rabu (21/8). "Pakta solidaritas tersebut merupakan road map untuk UNHCR menjalankan aksinya," kata Turk.
UNHCR dan Organisasi Internasional untuk Migrasi bergabung dengan menteri dan pejabat senior dari Afghanistan, Australia, Bangladesh, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Selandia Baru, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Sri Lanka, dan Thailand pada pertemuan setengah hari: Special Conference on the Irregular Movement of Persons. Acara ini diselenggarakan pemerintah Indonesia. Hasilnya adalah pakta solidaritas, Deklarasi Jakarta, yang disahkan dengan suara bulat pada akhir konferensi (Selasa, 20/8).
"Perpindahan penduduk lintas batas bukanlah fenomena baru di wilayah ini," kata Volker Turk, dalam pernyataan pembukaannya. "Ketidakseimbangan ketersediaan perlindungan, bantuan, dan jangka panjang solusi, terpecahnya keluarga dan masyarakat, lapangan kerja, kurangnya akses terhadap peluang hukum migrasi, rute perjalanan mapan, serta jaringan penyelundupan, semua bagian dari struktur kompleks mobilitas di Asia-Pasifik. "
Volker menyerukan "pakta solidaritas" yang ditandatangani 13 negara tersebut sebagai roadmap rencana kerja regional dan jangka panjang UNHCR beberapa tahun ke depan. Volker bersama UNHCR menyadari bahwa ada kebutuhan mendasar untuk pendataan yang terfokus dan terorientasi.
“Kami menyadari kebutuhan untuk tanggapan umum yang melibatkan negara asal, transit maupun tujuan dalam upaya lebih terfokus dan berorientasi pada tindakan dalam mengatasi masalah penyelundupan manusia, perdagangan orang, dan kejahatan transnasional terkait," menurut Volker.
Menurut situs resmi UNHCR, poin penting pertama, yakni pencegahan. Tindakan ini diwujudkan dalam bentuk mengurangi faktor-faktor penyebab yang membuat orang lebih rentan terhadap migrasi tidak teratur. Pemerintah negaranya harus menjamin keadaan kondisi politik, sosial dan ekonomi yang aman.
Poin penting berikutnya, yakni deteksi dini. Ini dilakukan dengan memperkuat berbagai informasi dan mengembangkan sistem peringatan dini di kalangan pejabat terkait.
Poin penting yang ketiga, yakni perlindungan. Setiap negara tersebut berfokus membantu korban perdagangan orang, tetapi harus memastikan para korban tidak dihukum karena penyelundupan atau perdagangan manusia.
Poin yang terakhir, yakni penuntutan. Pada unsur penuntutan, negara-negara dilibatkan untuk menyetujui dan melaksanakan Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir.
Terhadap gelombang pengungsi yang tidak beraturan kedatangan dan jumlahnya, Volker mengatakan pentingnya pendekatan holistik dan penegakan hukum agar ada perlindungan korban.
“Saat ini UNHCR memerlukan metode yang efektif tentang konteks migrasi yang lebih luas, karena kampanye informasi, praktik perbatasan ketat dan tindakan hukuman telah terbukti tidak memadai. Setiap negara tidak dapat bekerja sendiri, tetapi mereka membutuhkan kerjasama antarnegara,” kata Volker.
“Tidak hanya mengerti tentang konteks dan latar belakang migrasi atau perpindahan dari suatu negara, pada kesepakatan 13 negara ini dibutuhkan pula koordinasi dengan masyarakat tuan rumah, negara penerima selama para pengungsi atau migran tersebut tinggal, tambah Volker.
Volker mengatakan bahwa penting untuk negara asal migran tersebut alasan mendasar mengapa sampai terjadi eksodus besar-besaran, atau keluar dari suatu negara. (unhcr.org)
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...