Pengurus RT/RW Keluhkan Qlue, Ahok: Berhenti Saja
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyarankan kepada pengurus RT/RW yang keberatan menggunakan aplikasi Qlue untuk berhenti saja dari jabatannya.
“Yang menolak berapa orang sih? RT itu belasan (sampai) puluhan ribu lho. Kalau cuma nolak berapa puluh orang kan, nah kalo kamu enggak senang jadi (pengurus) RT/RW ya berhenti dong enggak usah nyalon,” kata dia di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, hari Jumat (27/5).
Dia menyayangkan mengapa pengurus RT/RW melaporkan hal ini kepada DPRD. Selama ini, lanjut dia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan uang operasional Rp 10.000 per laporan setiap hari. Sedangkan, pihaknya mewajibkan pihak RT/RW meminta tiga laporan melalui aplikasi Qlue per harinya. Jadi, pengurus RT/RW mendapatkan uang operasional Rp 30.000 per hari.
Menurut dia, tiga laporan melalui Qlue merupakan bentuk tanggung jawab dana operasional yang telah diberikan Pemprov DKI kepada pengurus RT/RW. Ahok, sapaan Basuki, tidak mempermasalahkan jika mereka tidak ingin mengisi Qlue. Itu artinya, lanjut dia, mereka tidak akan mendapatkan uang operasional.
Sebelumnya, puluhan pengurus RT dan RW dari Forum RT dan RW yang terdiri dari daerah Cilandak dan Ancol mengancam akan mundur jika tetap dipaksa untuk membuat laporan via Qlue setiap hari. Mereka telah mengadu kepada Komisi A DPRD DKI Jakarta pada hari Kamis (26/5). Bahkan, mereka menyatakan akan memboikot Pilkada DKI Jakarta 2017.
Adapun aturan yang mengatur pemberhentian RT/RW adalah Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 168 Tahun 2014 tentang Pedoman RT/RW. Dalam peraturan itu, ketua RT atau RW bisa diberhentikan sesuai dengan keputusan lurah di wilayahnya.
Sementara itu, instruksi aduan Qlue oleh ketua RT/RW diatur dalam SK Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi RT dan RW di DKI.
Setiap bulannya, ketua RT mendapat insentif sebesar Rp 975.000. Sementara itu, ketua RW mendapat insentif sebesar Rp 1.200.000.
Qlue merupakan aplikasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk wadah penampung semua kepentingan warga. Warga dapat mengadukan semua kejadian, seperti macet, jalan rusak, banjir, penumpukan sampah, hingga pelayanan yang tak maksimal di DKI dan rumah sakit lewat tulisan ataupun foto.
Laporan dari masyarakat kemudian dipetakan secara digital dan terintegrasi dengan laman smartcity.jakarta.go.id dan Cepat Respons Opini Publik (CROP). Semua aparat Pemprov DKI diwajibkan menginstal aplikasi tersebut, terutama CROP.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...