Pengusaha Fashion Ramah Lingkungan Merasa Belum Diperhatikan Pemerintah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah dirasa masih belum memperhatikan secara penuh para pelaku bisnis fashion ramah lingkungan. Mereka merasa selama ini antara pemerintah dan mereka menempuh jalan sendiri-sendiri.
“Sementara ini kami merasa masih bergerak sendiri. Walaupun pemerintah juga memberikan bantuan berupa informasi mengenai pameran,” kata Aki Adhisakti seorang pengusaha ramah lingkungan berlabelkan Galeri Batik Jawa kepada satuharapan.com usai memberikan seminar bertajuk Sustainable Green Fashion Business di Senayan JCC Jakarta Selatan, Kamis (26/2).
Dia menuturkan pemerintah selalu memberikan informasi jika ada pameran fashion di luar negeri. Tapi biaya akomodasi harus ditanggung sendiri dari pihaknya dan pemerintah hanya membantu membayar tempat pameran saja. Dia juga menyesalkan bahwa ada kelompok lain yang diberi akomodasi penuh oleh pemerintah.
“Tapi kami bersyukur semuanya berjalan lancar dan kami berdiri dengan kaki sendiri dan tidak bergantung kepada pemerintah.”
Menurutnya, pemerintah harus bekerja sama dan mulai menjalin komunikasi dengan para pelaku bisnis ramah lingkungan karena selama ini antara pihak pengusaha dan pemerintah masih berjalan sendiri-sendiri sehingga mendapatkan satu tujuan untuk kepentingan bersama.
“Saya kira kita (pengusaha dan pemerintah) harus sering ketemu dan sharing akhirnya kita menemukan peran masing-masing untuk mengembangkan bisnis ramah lingkungan ini meningkat,” kata dia.
Namun di sisi lain, Aki mengapresiasi pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan kota di mana industri GBJ ini berkembang. Belakangan ini Pemda sudah mulai merangkul para pengusaha untuk bertemu dan bertukar pikiran.
“Pemerintah daerah sudah mulai peduli meskipun kami (pebisnis) sudah mulai duluan.”
Untuk saat ini yang dibutuhkan oleh pengusaha batik dari pemerintah adalah pengetahuan mana batik tulis dan mana yang bukan. Menurutnya, saat ini produk batik tulis sedang terancam oleh keberadaan batik cetak/printing dari Tiongkok.
Dia beranggapan bahwa beredarnya batik cetak akan membunuh karya ibu-ibu perajin di daerah yang selama ini menjadi pekerja seni dengan membatik.
Kemudian hal lain yang dibutuhkan oleh pengusaha batik ialah peran pemerintah dalam menginformasikan batik tulis dan bukan batik tulis kepada masyarakat. Dia juga menyayangkan bahwa banyak menteri yang masih menggunakan batik cetak.
Menurutnya, kita tidak perlu membeli batik tulis yang mahal untuk dipakai. Karena banyak juga batik tulis yang harganya terjangkau seperti batik Madura dan batik Cirebon.
“Yang penting kalau itu (memakai batik tulis) kita hidupi kita semua akan punya nilai ekonomi yang baik dan berharap ekonomi Indonesia juga meningkat.”
Terkait dengan bisnis ramah lingkungan, dia juga mengimbau kepada pemerintah untuk membantu pengusaha yang ingin memperbarui kiblat industri mereka menjadi industri yang ramah lingkungan seperti penanaman kapas, alat tenun dan pembebasan pajak.
“Karena yang selama ini terjadi adalah ketika barang kita ekspor ke luar itu pajak besar. Jadi, ekonomi biaya tinggi di sini masih terasa karena banyak sekali pajak yang harus dibayar.”
Editor : Eben Ezer Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...