Pengusaha Kopi Terpilih jadi Rektor Universitas HKBP Nommensen
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sabam Malau adalah penyandang gelar doktor Ilmu Pertanian dari Georg-August University of Gottingen, Jerman. Sehari-hari ia bekerja sebagai dosen di Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, Medan.
Namun, apabila mengunjungi dinding facebook-nya, yang paling banyak kita dapati adalah upayanya yang tiada henti sebagai pengusaha dan penikmat kopi untuk mempromosikan berbagai manfaat kopi murni, khususnya kopi dari Sumatera Utara.
Pada saat-saat demikian, ia tidak pernah lupa memperkenalkan Aleale (dalam Bahasa Batak Toba berarti sahabat), produk bubuk kopi Arabica organik murni racikan perusahaan yang ia dirikan, Goldenways Coffee. Juga ada kopi Sirambumas, bubuk yang diolah dari kopi Robusta serta kopi DaSola, jenis kopi luwak yang semuanya berasal dari kopi hasil budidaya petani di sembilan kabupaten di Sumatera Utara.
Kopi dari Sumatera Utara selama ini dikenal dengan berbagai sebutan menurut daerah penghasilnya, di antaranya, kopi Batak, kopi Mandailing, kopi Sidikalang atau Dairi, kopi Humbanghas atau kopi Lintong, kopi Pakpak Bharat, kopi Samosir, kopi Simalungun, kopi Tanah Karo, kopi Tapanuli Selatan, kopi Tapanuli Utara, dan kopi Tobasa.
"Goldenways saya dirikan beberapa tahun yang lalu semata-mata berfungsi sebagai wahana dalam pemberdayaan masyarakat pekebun kopi di pedesaan, terutama pemberdayaan petani miskin sebagai target utama saya," kata Sabam dalam percakapan telepon dengan satuharapan.com, hari ini, Jumat (19/12).
Melalui Goldenways, Sabam membeli langsung kopi dari para petani dengan harga, yang menurut dia, 40-50 persen lebih tinggi dari pasar. Bukan tanpa tujuan dia membeli kopi dengan harga lebih mahal. Sabam memang merupakan pendukung gerakan 'fair trade' dalam produk-produk pertanian, walaupun secara formal ia tidak ada ikatan dengan gerakan di Amerika Serikat yang menamai diri dengan Fair Trade. "Lagi pula saya dapat menjualnya dengan harga lebih tinggi setelah diolah," kata alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Biji-biji kopi yang dibelinya dari para petani kemudian ia sangrai dan olah sendiri (Sabam adalah pemegang lisensi Q-Grader dari Coffee Quality Institute, AS dan dari SCAA, AS), lalu dikemas dengan merek-merek yang sudah ia patenkan. Hasilnya, ia jual secara online, terutama kepada kolega-koleganya. Ia juga menyediakan sebuah situs yang secara komprehensif menceritakan kiprahnya di budidaya kopi, yaitu www.northsumateracoffeeforum.com
"Seluruh biaya saya untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui Goldenways berasal dari profit penjualan kopi saya," kata Sabam, yang mengaku berjuang sungguh-sungguh untuk mempertahankan dan meningkatkan cita rasa kopi Sumatera Utara, supaya jangan sampai tergerus kualitasnya.
Menurut Sabam yang mengajar mata kuliah Budidaya Kopi di kampusnya, sejak November lalu, Goldenways juga menjadi tempat praktik bagi mahasiswanya yang mengambil mata kuliah yang diajarkannya tersebut. "Biaya praktik = gratis," kata ketua Forum Kopi Sumatera utara (FKSU) ini.
Selain menjualnya secara online, Sabam rajin mengikuti pameran-pameran. Ia tidak segan-segan menjadi 'humas' langsung bagi produk-produk yang dipasarkan perusahaannya. Di antaranya dengan memanfaatkan akun facebooknya. Umat gereja HKBP, gereja Protestan dengan jumlah umat terbesar di Asia Tenggara, termasuk yang ia bujuk untuk mencoba produknya.
Misalnya, Oktober lalu, dalam rangka Tahun Remaja dan Pemuda HKBP di HKBP Resor Medan Sudirman, Goldenways turut dalam bazaar yang diselenggarakan panitia. Ia membuka stan, lengkap dengan kopi siap minum dan kopi bubuk Aleale.
"Stan akan dijaga/dilayani oleh panitia, tentunya setelah mereka saya latih. Mari datang ke bazaar ini untuk minum kopi enak, wangi, sehat, dan gurih. Seluruh hasil penjualan kopi akan disumbangkan lansung kepada Panitia Tahun Remaja dan Pemuda HKBP Resor Medan Sudirman," tulis dia di akun Facebooknya.
Tidak hanya itu. Ia juga menginformasikan apabila pembelian kopi dilakukan langsung kepada dirinya pada hari itu, seluruh hasil penjualannya disumbangkan juga kepada Panitia. "Kopi akan saya kirim paling lambat dua hari sesudah transfer dana. Harga Kopi Ale-ale Rp 300.000 per kg ( = 4 bungkus @ 250 gram), bebas ongkos kirim," kata dia.
Sabam dan kawan-kawan rajin melakukan pelatihan petani-petani kopi di daerah-daerah pedesaan Sumatera Utara, dengan penekanan pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui rantai nilai pasok secara kreatif. Sabam yang terjun langsung sebagai penyuluh, mendorong petani untuk menjalankan usaha taninya secara efisien, berkualitas dan pro-lingkungan. Di antara yang telah menjadi bagian dari kelompok kerjanya adalah Koperasi Credit Union Elsira HKBP Pematang Siantar.
"Dalam dua sampai tiga tahun setelah pelatihan, kami berharap para petani sudah dapat membentuk koperasi lengkap dengan fasilitas penggilingan dan pengeringan. Goldenways siap menjadi pembeli biji dan bubuk kopi mereka," kata Sabam. Saat ini, menurut dia, sudah ada 9.500 petani yang diharapkan menikmati program ini.
Berkat kiprahnya dalam memberdayakan petani, British Council Indonesia menganugerahi Sabam Malau penghargaan Champion of the Community Entrepreneurship Challenge pada 2010 yang disponsori oleh Arthur Guinness Fund. United States Agency for International Development (USAID) juga memberikan penghargaan kepadanya atas upayanya dalam memajukan petani melalui program USAID-AMARTA di Indonesia.
"Saya ingin Goldenways menjadi benchmark bagi kopi Sumatera Utara. Jadi, kalau mau tahu bagaimana rasa asli dari kopi Sumatera Utara, bagaimana enaknya, saya ingin orang datang ke Goldenways," kata anggota Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI) ini.
Terpilih Jadi Rektor
Sambil terus berjuang lewat kopi, kiprah akademis Sabam Malau terus melaju. Pada 1 Desember lalu, Sabam Malau dilantik menjadi Rektor Universitas HKBP Nommensen (UHN) Medan-P.Siantar, untuk periode 2014-2018. Ketua Dewan Pembina Yayasan UHN, yang juga Ephorus HKBP, Pdt WTP Simarmata MA, melantiknya dalam acara yang dihadiri Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut Prof Dian Armanto, serta segenap sivitas akademika UHN.
Sabam Malau menggantikan rektor sebelumnya, Dr Ir Jongkers Tampubolon MSc, setelah melalui proses uji kelayakan dan kepatutan yang diselenggarakan Komisi Akademik Pengurus Yayasan UHN.
Awalnya, ada tujuh calon rektor berdasarkan hasil penjaringan yang diketuai Prof Albiner Siagian. Masing-masing Dr Ir Sabam Malau, Dr Pasaman Silaban, Prof Dr Ir Ferisman Sitindaon MS, Dr T Sihol Nababan MSi, Dr Timbul Sinaga SE MSc, Dr Sanggam Siahaan MHum dan Prof Dr Hasan Sitorus. Yang disebut belakangan mengundurkan diri.
Setelah mengikuti uji kelayakan dan kepatutan, akhirnya ada tiga calon yang lolos yaitu Dr Ir Sabam Malau, Dr Pasaman Silaban dan Prof Dr Ir Ferisman Sitindaon MS. Kemudian berdasarkan hasil pemilihan, Dr Ir Sabam Malau meraih 19 suara, Dr Pasaman Silaban mendapat 13 suara, sedangkan Prof Dr Ir Feriman Sitindaon MS tidak meraih suara.
Kepada satuharapan.com, Sabam mengaku sebagai rektor jadwalnya memang kini lebih padat. Namun, menurut dia, itu tidak menghalanginya untuk melanjutkan upaya-upaya memajukan petani kopi melalui Goldenways.
"Saya masih punya hari Sabtu untuk mengurusi kopi. Lagi pula bagi saya ini merupakan refreshing juga," kata Sabam, yang di dinding facebooknya dapat ditemukan foto-fotonya meracik dan mencicipi kopi.
Februari lalu, di hadapan Ephorus dan para pemimpinan HKBP serta para praeses HKBP di Hotel Sopo Toba Ambarita, Samosir, ia diberi kesempatan menyajikan tujuan, visi, misi, strategi dan rencana kerjanya dalam pengembangan kopi di Sumatera Utara melalui rantai nilai kopi yang berkelanjutan dan kreatif.
Di hadapan para petinggi gereja itu, tidak segan-segan ia memperkenalkan kopi produksi Goldenways, bahkan meminta para rohaniawan itu berfoto mengenggam kemasan kopi yang diproduksinya. Sebuah upaya promosi gratis dan bernilai jual tinggi.
Jangan Tinggalkan Kopi
Ketika ditanya tentang pesan yang ia sampaikan kepada para petani kopi manakala bertemu dan mengadakan pembinaan, Sabam Malau mengatakan, ia selalu menganjurkan agar jangan sekali-kali meninggalkan usaha budidaya kopi.
"Walaupun harganya kadang-kadang turun atau tidak memuaskan, pada umumnya dalam jangka panjang harganya cukup baik dan dapat memberikan kesejahteraan," kata Sabam.
Kedua, ia menganjurkan agar petani senantiasa meningkatkan kualitas. Jangan pernah mengompromikan kualitas walaupun harga tidak memuaskan.
Ketiga, menurut Sabam, petani kopi sebaiknya tidak mengandalkan 100 persen penghasilannya pada tanaman kopi. Budidaya kopi, lanjut dia, dapat dikombinasikan dengan tanaman lain.
Keempat, petani sebaiknya semakin fokus menjalankan pertanian kopi organik. Selain kualitas kopi yang dihasilkan lebih bagus, pertanian secara organik juga menjamin kelangsungan tumbuhan lebih lama. "Dengan bertani secara organik, kita menghindari kopi mati muda karena eksploitasi yang berlebihan," tutur Sabam.
Editor : Eben Ezer Siadari
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...