Pengusaha Kritik Pemerintah Soal Paket Kebijakan Jilid 1
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Utama PT Mustika Ratu Putri Wardani mengkritik keras Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur tentang ketentuan produk tertentu yang tertuang dalam Permendag No.87/M-DAG/PER/10/2015.
Putri menilai Permendag tersebut lebih mendukung importir (pedagang) dibandingkan dengan produsen karena dalam Permendag tersebut ketentuan verifikasi produk khusus untuk kosmetik tidak diberlakukan.
Dia khawatir, hal tersebut akan membuat barang-barang kosmetik ilegal makin bergerak bebas di Indonesia dan mengancam produsen kosmetik lokal.
“Paket kebijakan pertama kebetulan waktu diumumkan Pak Jokowi itu besoknya kami menghadap beliau. Pokok pikirannya adalah deregulasi dan debirokratisasi aturan yang dapat meningkatkan daya saing industri. Jadi semua di sektor industri perlu didapatkan dukungan dari pemerintah bukan hanya Kementerian Perdagangan tapi juga kebijakan yang Pak Edy tadi sudah bicarakan. Suku bunga, tarif dasar listrik, perburuhan Itu adalah masalah industri,” kata Putri dalam diskusi Policy Dialogue di Kementerian Perdagangan Jalan Ridwan Rais Jakarta Pusat, hari Kamis (5/11).
“Apabila kami ini di bawah pemerintah tidak didukung maka niscaya sektor ini akan hangus atau hilang. Apa insentif kami untuk tetap berproduksi di Indonesia kalau semua aturannya menguntungkan importir?”
Menurutnya, pengusaha bisa saja menutup fasilitas produksinya dan mendatangkan barang dengan cara impor dari luar negeri dan memberi label sendiri. Tapi, dengan langkah seperti itu maka pemutusan hubungan kerja tidak akan terelakkan dari industri.
“Apakah betul itu keinginan pemerintah? Indonesia ini bukan Singapura. Inflasi kita kan besar sekali. Kita harus pikirkan tenaga kerjanya seperti apa,” kata dia.
Dia kemudian mengingatkan pemerintah yang pada saat itu dihadiri oleh pihak Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian terkait alasan lahirnya Permendag 61/M-DAG/PER/9/2013 yang lahir untuk merespon keluhan dari tujuh sektor yaitu kosmetik, produk makanan, tekstil, mainan anak-anak, alas kaki, elektronik dan obat tradisional dan suplemen kesehatan.
Kemudian, alasan yang kedua adalah tingginya impor ilegal di tujuh sektoral tersebut dan tujuh sektor ini merupakan sektro padat karya yang harus dilindungi oleh pemerintah.
Menurutnya,di dalam Permendag 61 itu ada pembatasan pelabuhan masuk impor, verifikasi sebagai input untuk melakukan trade remedy apabila diperlukan. Karena info yang ada disitu adalah ada data dari negara mana produk tersebut berasal, base importnya apa.
”Ini (data) juga diperlukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk mengundang investor-investor industri yang ukuran impornya sudah besar untuk berbisnis di sini. Jadi kan demand-nya sudah ada. Very strategic kebutuhan dari verifikasi ini tidak sekedar menghambat tapi ini mengandung info yang luar biasa besar,” kata dia
“Selain itu untuk industri makanan, minuman, jamu dan kosmetika yang dikonsumsi oleh konsumen ini mengandung juga unsur perlindungan dan keamanan dan kesehatan konsumen. Ini yang membuat saya agak memprotes keras terhadap dikecualikannya verifikasi di kosmetika saja.”
Meskipun Putri sudah menyampaikan keluhannya, Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Karyanto Suprih, mengatakan pihaknya akan menampung saja aspirasi dari pengusaha dan tidak bisa memutuskan sesuatu karena pertemuan tersebut sifatnya bukan parlemen.
“Ini bukan DPR, jadi tidak ada yang diputuskan. Tapi, kami menampung aspirasi Anda,” kata Karyanto.
Menanggapi pernyataan tersebut, Putri dan beberapa rekannya langsung pergi meninggalkan ruangan Auditorium Kementerian Perdagangan.
Editor : Eben E. Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...