Pensiun, Ketua BPK Jadi Tersangka KPK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo hari ini, Senin (21/4) dinyatakan tersangka dugaan suap permohonan keberatan pajak ajuan PT Bank Central Asia oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, Hadi Poernomo menggelar acara pelepasannya sebagai Ketua BPK di kantor BPK, Jakarta, siang tadi.
Dalam keterangannya hari ini di Jakarta, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan bahwa Hadi diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam kaitannya dengan permohonan keberatan wajib pajak BCA pada 1999.
Abraham juga menyebutkan bahwa Hadi diduga telah menyalahi prosedur yang berlaku dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA.
Menjadi Ketua BPK ada 2009, Hadi Poernomo pernah menjabat Direktur Jenderal Pajak sejak 2001.
Sebut Modal Century Cacat
Pada upacara perpisahan pensiun Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo mengatakan, penambahan Penyertaan Modal Sementara oleh Lembaga Penjamin Simpanan kepada PT Bank Mutiara (PT BM) sebesar Rp 1,25 triliun tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
"PT BM belum ditetapkan BI sebagai bank yang tidak dapat disehatkan dan belum dilakukan penilaian apakah ditengarai berdampak sistemik atau tidak sehingga Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan belum memutuskan bank itu sebagai bank gagal yang berdampak sistemik atau tidak," kata Hadi di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan, hasil laporan pemeriksaan BPK menyebutkan pada tanggal 29 Juli 2013 atas permintaan Bank Indonesia (BI), PT BM telah memperhitungkan posisi Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) PT BM sebesar -3,16 persen (negatif).
Posisi KPMM itu menurut dia direvisi oleh PT BM pada 5 Agustus 2013 menjadi -0,55 persen.
"Hasil pemeriksaan BI yang disampaikan kepada PT BM tanggal 10 Oktober 2013 menunjukkan posisi KPMM sebesar 5,43 persen dan berdasarkan surat BI (28 November 2013) dinyatakan untuk memenuhi KPMM menjadi 14 persen diperlukan dana sebesar Rp 922,81 miliar," ujarnya.
Selain itu menurut Hadi, untuk mengantisipasi permasalahan lainnya diperlukan tambahan dana sebesar Rp 603,51 miliar sehingga keseluruhan dana yang diperlukan adalah Rp 1,53 triliun.
Dia menjelaskan atas permintaan LPS pada 16 Desember 2013 dilakukan Rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) membahas rencana penambahan Penyertaan Modal Sementara oleh LPS pada PT BM.
"Rapat itu menyimpulkan LPS dipersilakan untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap tepat dan perlu sebagaimana diatur dalam UU LPS dan peraturan pelaksanaannya," kata Hadi.
Menurut dia berdasarkan Surat BI no 15/66/DPB1/PBI-7/Rahasia tanggal 23 Desember 2013, BI mengungkapkan untuk mencapai KPMM dan mengantisipasi permasalahan lain diperlukan tambahan modal sebesar Rp 1,47 triliun. Selain itu, menurut Hadi, LPS sekurang-kurangnya wajib menyetor sebesar Rp 1,25 triliun.
"Pada tanggal 23 Desember 2013, DK (Dewan Komisioner) LPS memutuskan dan merealisasikan penambahan PMS pada PT BM sebesar Rp 1,25 triliun," katanya.
Dia menilai, berdasarkan uraian tersebut, FKSSK menyatakan kesimpulan Rapat FKSSK tanggal 16 Desember 2013 bukan suatu keputusan.
Sementara itu menurut dia, LPS menyatakan pembahasan permasalahan PT BM dalam rapat FKSSK bukan dalam rangka meminta keputusan FKSSK melainkan menjalankan pasal 33 Peraturan LPS no 5/PLPS/ 2006 yang menyatakan selama bank gagal sistemik dalam penanganan LPS.
Dia menjelaskan jika berdasarkan penilaian Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) kondisi keuangan bank menurun sehingga menyebabkan diperlukan tambahan modal disetor untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank.
"Maka LPS meminta Komite Koordinasi (KK) untuk membahas permasalahan bank serta langkah-langkah yang akan diambil untuk penanganan bank tersebut," katanya.
Hadi menegaskan keputusan penambahan modal pada PT BM oleh LPS dilakukan tanpa adanya putusan FKSSK yang menyatakan PT BM adalah bank gagal berdampak sistemik.
Atau menurut dia, keputusan BI yang menyatakan PT BM ditengarai tidak berdampak sistemik seperti diatur dalam PBI nomor 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional.
LPS memberikan Penyertaan Modal Sementara kepada PT BM sebesar Rp 1,25 triliun pada 23 Desember 2013.
Pemeriksaan BPK itu dilaksanakan sejak 19 Januari 2014 sampai dengan 15 April 2014.
Minta DPR Periksa Bank Indonesia
Badan Pemeriksa Keuangan akan meminta izin Dewan Perwakilan Rakyat untuk memeriksa Bank Indonesia terkait penambahan penyertaan modal sementara oleh Lembaga Penjamin Simpanan kepada PT Bank Mutiara sebesar Rp 1,25 triliun.
"BI belum izinkan BPK untuk memeriksa (PMS) sehingga bagaimana kami bisa memeriksa jantung apabila bagian tersebut belum dibuka karena itu BPK akan meminta izin DPR RI," kata Ketua BPK Hadi Poernomo di Gedung BPK RI, Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan Gubernur BI telah mengirimkan surat kepada BPK nomor 16/1/GBI/DAI tanggal 20 Februari 2014, yang intinya pemeriksaan terhadap BI oleh BPK hanya dapat dilakukan dalam dua jenis sesuai UU no 6 tahun 2009 tentang BI.
Pertama, menurut dia laporan keuangan tahunan BI, dan kedua pemeriksaan khusus atas permintaan DPR RI untuk mendalami suatu permasalahan atau kegiatan tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan pelaksanaan anggaran oleh BI.
"BI menilai rencana pemeriksaan BPK atas penambahan penyertaan modal oleh LPS pada PT BM di BI perlu dipertimbangkan kembali," ujarnya.
Namun menurut dia, BI bersedia bekerja sama dan membantu BPK terkait data dan informasi yang ada di BI.
Dia mengatakan, dalam pelaksanaan pemeriksaan, BPK memperoleh dokumen dan informasi dari BI melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Namun BPK tidak memeriksa BI sehingga kami tidak dapat mengambil kesimpulan atas pengawasan PT BM oleh BI beserta tindak lanjutnya," kata Hadi.
Dia mengatakan BPK sudah mengirimkan laporan penambahan penyertaan modal tersebut kepada DPR pada 17 April 2014 namun ternyata lembaga legislatif tersebut reses hingga Mei 2014.
Selain itu menurut dia, dirinya pensiun per 21 April 2014 sehingga proses kelanjutan terkait pemeriksaan BI akan dilakukan kepemimpinan BPK selanjutnya.
"PT BM belum ditetapkan BI sebagai bank yang tidak dapat disehatkan dan belum dilakukan penilaian apakah ditengarai berdampak sistemik atau tidak sehingga Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan belum memutuskan bank itu sebagai bank gagal yang berdampak sistemik atau tidak," kata Hadi di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan hasil laporan pemeriksaan BPK menyebutkan pada 29 Juli 2013 atas permintaan Bank Indonesia (BI), PT BM telah memperhitungkan posisi Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) PT BM sebesar -3,16 persen (negatif).
Posisi KPMM itu menurut dia direvisi oleh PT BM pada 5 Agustus 2013 menjadi -0,55 persen.
"Hasil pemeriksaan BI yang disampaikan kepada PT BM pada 10 Oktober 2013 menunjukkan posisi KPMM sebesar 5,43 persen dan berdasarkan surat BI (28 November 2013) dinyatakan untuk memenuhi KPMM menjadi 14 persen diperlukan dana sebesar Rp 922,81 miliar," ujarnya.
Selain itu menurut Hadi, untuk mengantisipasi permasalahan lainnya diperlukan tambahan dana sebesar Rp 603,51 miliar sehingga keseluruhan dana yang diperlukan adalah Rp 1,53 triliun.
Dia menjelaskan atas permintaan LPS pada 16 Desember 2013 dilakukan Rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) membahas rencana penambahan PMS oleh LPS pada PT BM.
"Rapat itu menyimpulkan LPS dipersilakan untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap tepat dan perlu sebagaimana diatur dalam UU LPS dan peraturan pelaksanaannya," kata Hadi.
Menurut dia berdasarkan Surat BI no 15/66/DPB1/PBI-7/Rahasia tanggal 23 Desember 2013, BI mengungkapkan untuk mencapai KPMM dan mengantisipasi permasalahan lain diperlukan tambahan modal sebesar Rp 1,47 triliun. Selain itu, menurut Hadi, LPS sekurang-kurangnya wajib menyetor sebesar Rp 1,25 triliun. (Ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...