Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Dewasasri M Wardani 10:05 WIB | Kamis, 18 Februari 2016

Penyandang Disabilitas di Bogor Kini Miliki SIM

Pengurusan perdana ujian surat izin mengemudi khusus untuk penyandang disabilitas di Kota Bogor.‎ (Foto: ntmcpolri.info)

SATUHARAPAN.COM - Penyandang tuna daksa di Bogor kini dapat bebas berkendara di jalan raya dengan motor roda tiga. Sejak penggal pertengahan Januari lalu, Kepolisian Resor Bogor Kota untuk pertama kali memfasilitasi pembuatan surat izin mengemudi (SIM) D, khusus untuk penyandang tuna daksa di Kota Hujan itu. 

Selama ini, penyandang difabel yang memilih untuk terus berusaha sebagai orang normal, mengalami kesulitan jika mengendarai motor. Mereka sering terkena tilang, karena tidak memiliki SIM. Sementara SIM yang diterbitkan polisi hanya untuk pengendara motor dengan tubuh normal.

‎Kepala Unit Registrasi dan Identifikasi (Kanit Regident) Satlantas Polres Kota Bogor, Iptu Fitria Wijayanti, mengatakan pembuatan SIM D untuk penyandang difabel di Kota Bogor itu dilaksanakan berkat bekerja sama dengan organisasi pemberdayaan difabel, Difable Actions. Ada enam pemohon yang mengusulkan pembuatan SIM, pada pengurusan perdana Januari lalu. ‎

“Mekanisme pembuatan SIM D untuk kendaraan roda tiga ini, sama dengan SIM C, yaitu tetap melalui tahap ujian teori dan cek kesehatan. Tapi untuk jarak tes uji rintangan kita perlebar, karena kendaraan mereka lebih lebar,” kata Iptu Fitria, seperti yang diberitakan ntmcpolri.info.

Dari segi biaya pun ada perbedaannya. Biaya SIM D lebih murah, yaitu sebesar Rp 50.000 di luar biaya pemeriksaan kesehatan. Sejauh ini, kata Iptu Fitria, pihaknya belum dapat menyediakan motor untuk uji rintangan untuk pembuatan SIM D. Namun, pihak Polres Bogor Kota sangat mengapresiasi penyandang difabel di Kota Bogor yang sadar akan tertib administrasi pengendara.

“Tak ada perlakuan khusus dalam pelayanan SIM D. Pemohon tetap mengantre untuk menjalani tes kesehatan, tes teori, dan tes praktik,” katanya.

Kendaraan yang digunakan, dibawa masing-masing pemohon. Pasalnya, tiap individu membutuhkan motor yang dimodifikasi sesuai fungsi tubuh yang bersangkutan.

“Saat ini para difabel masih memakai kendaraannya sendiri. Tapi jika difabel ingin membuat SIM D kita akan fasilitasi. Dengan begitu mereka peduli akan hukum yang ada,” katanya.

Salah satu pemohon pembuatan SIM D, Wawang Ruyadi (32), mengaku sedikit kesulitan saat mengikuti uji rintangan yang dibuat oleh pihak kepolisian. Namun, ia tetap bersemangat dalam latihan percobaan sebelumnya.

“Susah juga awalnya, karena terlalu sempit jaraknya. Tapi lama-lama bisa juga,” kata Wawang yang berprofesi sebagai pengrajin handycraft itu.

Wawang, yang baru menggunakan motornya satu tahun belakangan ini mengaku telah menghabiskan banyak biaya dalam memodifikasi kendaraan yang digunakannya untuk aktivitas sehari-hari. “Habis sekitar Rp 8 juta,” kata pria yang dari lahir telah menyandang disabilitas tersebut.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home