Perempuan Afghanistan Tawarkan Tarian Sama untuk Kedamaian
KABUL, SATUHARAPAN.COM-Meskipun secara luas menari dianggap tabu di Afghanistan, Fahima Mirzaie, justru mendirikan sekolah tari untuk perempuan di ibu kota Afghanistan, Kabul, tahun lalu. Dia berharap dapat membantu perempuan siswanya dalam mengatasi depresi dan menemukan kedamaian batin dalam kehidupan di negaranya yang dilanda perang berkepanjangan.
Sekitar 20 perempuan muda Afganistan mendaftar di kelasnyake untuk belajar tari "Sama," suatu bentuk tarian yang jika dielusuri akarnya akan sampai kepada penyair abad ke-13, Jalaluddin Mohammad Rumi, yang lahir di tempat yang saat ini disebut Afghanistan.
Tarian ini terutama melibatkan gerakan berputar-putar. Dan tari Sama telah menyebar ke seluruh dunia Muslim dan paling terkenal terkait dengan Darwis.
Tarian ini adalah bagian dari tasawuf, bentuk mistik Islam yang menekankan pencarian batin akan Tuhan. Militan Islamis yang memandang tradisi mistik Islam ini, dan menyebutnya sebagai bidah. Mereka telah menyerang tempat-tempat suci Sufi di beberapa negara Muslim.
"Saya menikmati Sama, dan ketika saya melakukannya, itu memberi saya kedamaian, dan kesedihan dan kesulitan hidup saya hilang," kata Mirzaie, 23 tahun dikutip Reuters Di mengatakan di ruang kelasnya yang terletak di lingkungan barat Kabul, dan telah mengalami sejumlah serangan dalam beberapa tahun terakhir.
“Kehidupan saya dan siswa saya telah diubah oleh (tarian) Sama. Mereka telah mendapatkan kepercayaan diri, dan bahkan beberapa dari mereka yang mengalami depresi menjadi sangat senang,” katanya.
Perempuan telah memenangkan hak-hak perjuangan keras di Afghanistan sejak pemerintahan keras Taliban diakhiri oleh invasi pimpinan Amerika Serikat ke negara itu pada 2001.
Namun ada kekhawatiran yang berkembang tentang kemungkinan mendapat peluang yang dapat diperoleh dalam kegiatan sosial, pendidikan, dan pekerjaan. Peluang itu mungkin akan dibatalkan, karena Amerika Serikat semakin tertarik untuk bernegosiasi dengan Taliban untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung lebih dari 18 tahun.
“Kekhawatiran saya adalah bahwa nasib negara kita belum jelas. Lawan kami menyebut kami gila dan mengatakan praktik seperti itu tidak boleh ada, tetapi kami akan melanjutkan di jalan Maulana (Rumi),” kata Mirzaie.
Editor : Sabar Subekti
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...