Perempuan ASEAN Didorong Tangani Isu Intoleransi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perempuan didorong untuk bisa menangani isu-isu akibat intoleransi, seperti Islamophobia dan xenophobia, yang mengancam perdamaian dan kerukunan di tingkat nasional, regional, dan global.
Dalam hal ini, peran perempuan terutama dalam dialog antarkeyakinan dianggap penting untuk mempromosikan dan menjunjung tinggi rasa saling pengertian dan saling menghormati antara budaya dan agama yang berbeda.
“Kita perlu mendorong kehadiran perempuan sebagai pemimpin dan pemberi pengaruh dalam organisasi antaragama,” kata Sekretaris Jenderal ASEAN Dato Lim Jock Hoi dalam “Dialog Antarkeyakinan Perempuan ASEAN: Mendorong Pemahaman untuk Masyarakat yang Inklusif dan Damai” di Jakarta, Selasa (12/11).
“Suara-suara mereka harus diperkuat, begitu pula organisasi perempuan yang mempromosikan perdamaian, dialog antaragama dan hak asasi manusia,” Lim melanjutkan.
Mengutip kalimat Paus Fransiskus, disebutkan bahwa “perempuan memiliki peran penting untuk dimainkan dalam dialog antarkeyakinan, mengingat kemampuan alami mereka untuk membangun hubungan dan pengasuhan, yang membuat keterlibatan mereka diperlukan dalam semua bidang masyarakat”.
Perempuan juga dianggap memiliki karakteristik khusus dan dapat menawarkan kontribusi penting untuk dialog dengan kemampuan mereka untuk mendengar dan membuka diri terhadap orang lain.
Sependapat dengan Lim, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyatakan bahwa perempuan, yang populasinya mencakup 50 persen dari populasi dunia, memainkan peran penting guna memperkuat nilai-nilai toleransi, moderasi, dan saling pengertian dalam masyarakat.
Dalam sebuah rekaman video yang diputar dalam acara tersebut, Menlu Retno menyebut perempuan seringkali menjadi responden pertama yang menanamkan nilai-nilai toleransi dan moderasi dalam keluarga serta kepada anak-anak mereka.
“Kemampuan dan kemudahan perempuan untuk terhubung, untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat akan memungkinkan mereka untuk menyebar dan mempromosikan nilai-nilai toleransi dan moderasi pada ruang lingkup yang lebih luas,” kata Retno.
Dengan perempuan sebagai inti dari upaya dialog antaragama kami, ujar dia, perempuan akan memiliki peluang yang lebih baik dalam mencapai masyarakat yang inklusif dan damai.
“Sudah saatnya kita bekerja bersama untuk membawa panji toleransi dan moderasi. Sudah saatnya bagi perempuan untuk menjadi agen perdamaian, toleransi, dan kemakmuran,” ujar Menlu Retno.
Karena itu, ASEAN Institute for Peace and Reconciliation (ASEAN-IPR) bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri RI, the Asia Foundation, dan Australian Aid menyelenggarakan dialog antarkeyakinan bagi perempuan guna membahas bagaimana perempuan di Asia Tenggara bisa lebih berkontribusi pada pengelolaan keragaman di kawasan, sejalan dengan tujuan Komunitas ASEAN.
Dialog yang berlangsung selama dua hari tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi tantangan masa kini dan masa depan yang dihadapi di kawasan, serta menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi masing-masing negara anggota ASEAN. (Ant)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...