Loading...
DUNIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 11:59 WIB | Minggu, 09 Maret 2014

Perempuan Lebanon Kecam Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perempuan Lebanon menggelar unjuk rasa terkait kekerasan dalam rumah tangga. (Foto: aljazeera.com)

BEIRUT, SATUHARAPAN.COM – Ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di Beirut, pada kesempatan Hari Perempuan Internasional, menuntut persetujuan dari hukum utama di Lebanon untuk melawan kekerasan dalam rumah tangga.

Penyelenggara unjuk rasa tersebut menggunakan dua kematian perempuan Lebanon dalam dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang melanda di negara di mana bom mobil dan dan serangan roket adalah hal yang biasa dan menjatuhkan banyak korban.

Gerakan yang diadakan pada Sabtu (8/3) oleh sekitar 4000 wanita, pria dan anak-anak dari Museum Nasional hingga Palaca of Justice yang dipimpin oleh ibu dan kerabat dari perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Pengunjuk rasa juga meneriakkan slogan-slogan untuk mengritik hakim dan ahli forensik di mana mereka dituduh memalsukan laporan pembunuhan baru-baru ini.

Kematian Manal Assi, yang dipukul dengan panci presto dan Christelle Abu Chakra yang dilaporkan diracuni dengan bahan kimia, memperkuat kemarahan publik di Lebanon.

Terpanggil untuk mengangkat RUU yang akan mengkriminilisasi tindak pelecehan, demonstran membawa poster yang bertuliskan: “Berbicaralah”, “Kami katakan tidak pada pelecahan, kan?”, dan “Berbicaralah, hentikan kekerasan dalam rumah tangga.”

Tujuh Bulan Tertunda

Banyak orang Lebanon yang menggunakan media sosial terkait dengan berita kematian dua perempuan untuk mengutuk penundaan tujuh bulan untuk melewati hukum kekerasan dalam rumah tangga yang diselenggarakan oleh perselisihan politik dan tagihan jaminan simpanan terkait dengan perang sipil di Suriah.

Kematian Rola Yacoub tahun lalu, dimana keluarganya mengatakan dia dipukuli sampai mati oleh suaminya di depan anak-anaknya yang membawa masalah ini muncul untuk pertama kalinya ke permukaan.

Lebanon dipandang sebagai salah satu negara paling liberal di Timur Tengah, tetapi tidak ada hukum dalam melindungi perempuan dari pelecehan dan kekerasan. Tapi ada hukum yang akan menyelamatkan si pemerkosa dari jeratan hukum jika dia menikahi korbannya.

Aktivis HAM menuduh politisi akan keterlibatannya dengan para pemimpin agama yang secara terbuka telah menentang disahkannya undang-undang untuk mengkriminilisasi kekerasan dalam rumah tangga di segala bentuk termasuk perkosaan. (aljazeera.com)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home