Perempuan Perlu Dilibatkan untuk Selesaikan Konflik Intoleransi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komnas Perempuan menyatakan dalam penyelesaian konflik-konflik intoleransi berbasis agama dan keyakinan, perlu melibatkan perempuan sehingga solusi konflik akan memperhatikan pemulihan perempuan, anak dan lansia yang menjadi korban.
Menurut Anggota Komnas Perempuan Veryanto Sitohang, di Jakarta, Selasa (31/8), sejauh ini penyelesaian sejumlah konflik intoleransi berbasis agama dan keyakinan belum melibatkan kaum perempuan.
"Dalam penyelesaian konflik-konflik intoleransi berbasis agama dan keyakinan, pemerintah baik di tingkat nasional maupun daerah kurang melibatkan perempuan secara substantif," kata Veryanto dalam Media Gathering bertajuk "Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh bagi Harapan Perempuan Korban Kekerasan dan Diskriminasi Agama dan Keyakinan" yang dipantau secara daring .
Akibatnya solusi konflik tidak mengintegrasikan kebutuhan khusus pemulihan perempuan korban kekerasan agama dan keyakinan, juga kelompok rentan lainnya seperti anak-anak dan lansia, katanya.
Veryanto mengatakan ancaman, teror, kekerasan fisik hingga kekerasan seksual dialami perempuan yang mengalami langsung tindak intoleransi seperti pengusiran paksa dengan kekerasan.
Berbagai kekerasan tersebut tidak hanya berdampak fisik terhadap perempuan melainkan juga sosial dan psikis berupa trauma, ketakutan, sulit tidur, stres yang juga berpengaruh pada kesehatan reproduksi termasuk gangguan pada saat kehamilan.
Selain itu, perempuan dalam perannya sebagai ibu juga akan terbebani karena kondisi intoleransi berbasis agama/ keyakinan mengganggu pendidikan keagamaan bagi anaknya.
"(Kasus intoleransi agama) mengganggu pendidikan keagamaan bagi anaknya termasuk untuk tidak menginternalisasi kebencian pada kelompok intoleran ataupun komunitas agama yang identik dengan kelompok intoleran itu," katanya.
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...