Peretas Korea Utara Curi US$ 400 Juta di Tahun 2021
SATUHARAPAN.COM-Peretas dari Korea Utara mencuri cryptocurrency senilai sekitar US$ 400 juta melalui serangan siber pada outlet mata uang digital tahun lalu, platform data blockchain Chainalysis mengatakan pada hari Kamis (13/1).
Pyongyang berada di bawah berbagai sanksi internasional atas pengembangan bom atom dan rudal balistiknya, tetapi para analis mengatakan Korea Utara juga telah membangun kemampuan sibernya dengan ribuan tentara peretas terlatih yang mengekstraksi keuangan untuk mendanai program senjata negara.
Pada tahun 2021, para peretas meluncurkan tujuh serangan pada platform crypto, mengekstraksi aset dari “dompet 'panas' yang terhubung ke internet" dan memindahkannya ke akun yang dikendalikan Korea Utara, menurut Chainalysis.
“Begitu Korea Utara mendapatkan hak kelola atas dana tersebut, mereka memulai proses pencucian yang hati-hati untuk menutupi dan menguangkannya,” kata Chainalysis dalam sebuah laporan yang diterbitkan di situs webnya.
“Taktik dan teknik kompleks ini telah membuat banyak peneliti keamanan menggolongkan aktor dunia maya untuk Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) sebagai ancaman terus-menerus yang canggih.”
6.000 Tentara Peretas
Laporan tersebut menyoroti kebangkitan Lazarus Group, yang menjadi terkenal pada tahun 2014 ketika dituduh meretas Sony Pictures Entertainment sebagai balas dendam untuk film “The Interview,” sebuah film satir yang mengejek pemimpin Kim Jong Un.
“Sejak 2018, Grup telah mencuri dan mencuci sejumlah besar mata uang virtual setiap tahun, biasanya lebih dari US$ 200 juta.”
Para peretas juga menargetkan beragam mata uang kripto, dengan Bitcoin, mata uang digital terbesar di dunia, yang menyumbang seperempat dari aset yang dicuri.
“Berkembangnya variasi cryptocurrency yang dicuri telah meningkatkan kompleksitas operasi pencucian cryptocurrency DPRK,” kata Chainalysis.
Program siber Korea Utara dimulai setidaknya pada pertengahan 1990-an, tetapi sejak itu berkembang menjadi unit perang siber berkekuatan 6.000 orang, yang dikenal sebagai Bureau 121, yang beroperasi dari beberapa negara termasuk Belarusia, China, India, Malaysia, dan Rusia, menurut laporan militer Amerika Serikat tahun 2020.
Amerika Serikat memberlakukan sanksi baru terhadap Korea Utara pekan ini menyusul Pyongyang melakukan uji coba rudal hipersonik pada 5 dan 11 Januari. Pada hari Jumat pejabat Korea Selatan dan Jepang mengatakan Korea Utara menembakkan proyektil tak dikenal ke arah timur dalam uji coba senjata ketiga yang dicurigai hanya dalam waktu seminggu. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...