Loading...
FOTO
Penulis: Dedy Istanto 16:31 WIB | Rabu, 15 Januari 2014

Peringatan 40 Tahun Malari, Aktivis Era 70 Ajak Pemuda untuk Bangkit

Peringatan 40 Tahun Malari, Aktivis Era 70 Ajak Pemuda untuk Bangkit
Sejumlah tokoh dan para aktivis era tahun 70 foto bersama dalam acara peringatan peristiwa Malapetaka Limabelas Januari (Malari) di Hotel JS Luwansa, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/1) (Foto-foto : Dedy Istanto).
Peringatan 40 Tahun Malari, Aktivis Era 70 Ajak Pemuda untuk Bangkit
Rahman Toleng salah satu korban dalam peristiwa Malari saat memberi sambutan tentang kondisi demokrasi di Indonesia saat ini.
Peringatan 40 Tahun Malari, Aktivis Era 70 Ajak Pemuda untuk Bangkit
Hariman Siregar saat memberi sambutan dalam peringatan 40 tahun peristiwa Malari 1974.
Peringatan 40 Tahun Malari, Aktivis Era 70 Ajak Pemuda untuk Bangkit
Adnan Buyung Nasution saat memberi sambutan.
Peringatan 40 Tahun Malari, Aktivis Era 70 Ajak Pemuda untuk Bangkit
Politisi dari Partai Golkar Akbar Tandjung saat hadir dalam peringatan 40 tahun peristiwa Malari.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Peringatan 40 tahun 'Malapetaka Limabelas Januari' oleh Indonesian Democracy Monitor (Indemo) diselenggarakan di Hotel JS Luansa, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/1). Peristiwa yang biasa disebut 'Malari' ini adalah demonstrasi besar-besaran di Jakarta oleh mahasiswa-mahasiswa dari berbagai pereguruan tinggi. Peringatan dihadiri oleh Hariman Siregar, Adnan Buyung Nasution, Rahman Toleng, Anwar Nasution, Akbar Tandjung dan sejumlah aktivis mahasiswa era 1974.

Pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa Malari, ketika sistem politik pada saat itu tersumbat, hal itu bisa mendorong rakyat untuk melakukan hal dan tindakan apapun, baik itu kerusuhan, amuk massa, huru hara, bahkan sebuah revolusi jika memang teroganisir seperti yang disampaikan oleh Rahman Toleng salah satu dari korban peristiwa Malari 1974.

Dalam sambutannya Rahman Toleng menambahkan bahwa peristiwa tersebut merupakan titik kulminasi dalam pergolakan bangsa. Hal tersebut menyangkut soal kebijakan dalam isu pembangunan, baik di sektor modal asing, teknologi, dan kepemimpinan serta kesenjangan yang sangat tajam.

Kini bangsa ini telah mengalami masa transisi dari otoriter ke demokrasi. Hal ini menyebabkan ada hubungan demokrasi dengan oligarki yang membuat pertumbuhan demokrasi di Indonesia tidak berubah, mengingat biaya politik yang tinggi merupakan cara oligarki untuk mencegah warganya berpartisipasi. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home