Peringati Hari Saraswati Rayakan Ilmu Pengetahuan
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM – Pelajar dari seluruh jenjang pendidikan di Bali mulai sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) hingga perguruan tinggi mengikuti perayaan Saraswati, hari lahirnya ilmu pengetahuan, Sabtu (28/11).
Para pelajar dari seluruh jenjang pendidikan itu mengenakan busana adat nominasi warna putih, melakukan persembahyangan di tempat suci (Pura) sekolah masing-masing.
Pada hari lahirnya ilmu pengetahuan itu para siswa tidak mengikuti proses belajar mengajar seperti hari-hari biasa, karena setelah melakukan persembahyangan bersama itu para siswa diizinkan pulang ke rumah mereka masing-masing.
Namun sejumlah siswa SMP, SMA dan sekolah menengah kejuruan (SMK) seusai mengikuti kegiatan ritual di sekolahnya, kembali melakukan persembahyangan yang sama di Pura Agung Jagatnata, jantung kota Denpasar.
Mereka berbaur dengan umat Hindu mengikuti persembahyangan di Pura Agung Jagatnata secara khidmat dan khusyuk. Persembahyangan tersebut diiringi pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu (Kekidung) serta alunan instrumen gamelan, salah satu jenis kesenian tradisional Bali.
Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Dr. Ketut Sumadi mengatakan, umat Hindu pada Hari Raya Saraswati melakukan pemujaan terhadap Dewi Saraswati, Dewa ilmu pengetahuan, manifestasi Tuhan Yang Maha Esa.
Dewi Saraswati yang dipuja pada hari istimewa yang jatuh setiap Hari Saniscara Umanis Wuku Watugunung atau setiap 210 hari sekali itu merupakan lambang ilmu pengetahuan yang diibaratkan seorang wanita cantik berwibawa yang penuh arti simpati.
Dewi Saraswati memiliki empat tangan masing-masing memegang keropak yang melambangkan usaha mendalami ilmu pengetahuan, bunga teratai (lambang kesucian), genitri (belajar seumur hidup) serta alat musik (ilmu pengetahuan yang indah dan berirama).
Ilmu pengetahuan itu menurut Ketut Sumadi diibaratkan sebagai air jernih yang terus mengalir tidak terbendung. Jika ada orang setelah belajar menjadi merasa pintar, dan berhenti belajar, padahal masih banyak yang harus dipelajari dan menyerahkan ilmu yang dimiliki kepada Dewi Saraswati agar pemiliknya menjadi penuh wibawa, jauh dari keegoisan dan kesombongan, ujar Ketut Sumadi.
Beri Kesejukan Songsong Pilkada
Ketut Sumadi juga mengharapkan momentum ritual perayaan Saraswati, hari lahirnya ilmu pengetahuan mampu memberikan kesejukan dan kedamaian kepada masyarakat dalam menyongsong pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2015.
“Suksesnya pelaksanaan pilkada perlu didukung oleh nilai ajaran agama yang baik oleh seluruh elemen masyarakat sehingga mampu bersikap bijaksana dalam menyukseskan pemilihan kepala daerah tersebut,” kata Ketut Sumadi yang juga direktur program doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Sabtu.
Pelajar dari seluruh jenjang pendidikan di Bali mengikuti perayaan Saraswati dengan melakukan persembahyangan bersama di tempat suci (pura) sekolah masing-masing, Sabtu (28/11).
Ia mengatakan, dengan adanya tindakan yang bijaksana dari seluruh elemen masyarakat merupakan bagian dari anugerah Tuhan Yang Maha Esa sehingga pelaksanaan Pilkada dapat terlaksana dengan aman, lancar dan sukses.
“Melalui perayaan Hari Saraswati kita semua berharap Pilkada serentak dapat memilih para pemimpin yang lebih memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat,” harap Ketut Sumadi.
Ia mengingatkan umat Hindu melalui perayaan Saraswati mampu meningkatkan pemahaman terhadap ajaran agama dan mengimplementasikan dengan keadaan lingkungan dan budaya lokal di mana mereka berada.
“Jika semua pihak dapat menerapkan cara yang demikian itu tidak akan terjadi konflik sosial yang dikait-kaitkan dengan ajaran agama, sebab ajaran agama diwahyukan untuk kebaikan hidup umat manusia, hidup yang harmonis, sejahtera lahir dan batin,” ujar Ketut Sumadi.
Dalam konteks kearifan lokal di Bali Hari Saraswati implementasinya sesuai dengan filosofi Tri Hita Karana yakni hubungan yang harmonis dan serasi sesama umat manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Tri Hita Karana konsep masyarakat Pulau Dewata yang diwarisi secara turun temurun dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari dalam tiga elemen yang satu sama lainnya saling mendukung.
Nilai filosofis masyarakat Bali yang selama ini telah dikembangkan untuk menjaga dan menjamin perkembangan pembangunan masa depan, termasuk penjabaran dalam kehidupan yang rukun dan harmonis berdampingan satu sama lainnya antarumat beragama.
Kondisi itu diperkaya pula dengan konsep “Menyama braya” yakni kehidupan dengan persaudaraan yang akrab dan harmonis, hidup berdampingan lintas agama yang satu sama lainnya saling menghargai dan menghormati.
Dengan demikian salah satu kearifan lokal Bali tidak hanya menjaga lingkungan, namun memelihara berbagai aspek kehidupan mulai dari bidang sosial, ekonomi hingga pembangunan pariwisata berkelanjutan yang menjadi penopang ekonomi dan kehidupan masyarakat Bali.
Saraswati menurut Ketut Sumadi merupakan salah satu hari suci bagi umat Hindu dalam memuja Hyang Aji Saraswati sebagai pengasah ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mengantarkan kehidupan yang sesuai dengan filosofi Tri Hita Karana tersebut. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...