Periset Temukan Ratusan Gen Terkait Autisme
NEW JERSEY, SATUHARAPAN.COM - Para periset telah menggunakan sebuah program komputer untuk mencari gen-gen yang diduga menyebabkan autisme.
Anak-anak pengidap gangguan spektrum autisme memiliki masalah dalam berkomunikasi, belajar, dan bersosialisasi dengan dunia luar. Kondisi itu menyebabkan pengidapnya sering mengalami canggung atau bahkan terisolasi.
Sejauh ini, 65 gen yang berisko menyebabkan autisme telah diidentifikasi, tetapi belum diketahui bagaimana gen-gen itu bisa mengganggu perkembangan alami otak. Para periset memperkirakan ada sekitar 400 sampai 1.000 gen penyebab autisme.
Dengan menggunakan apa yang mereka katakan sebagai program komputer pembelajaran mesin, para periset di Universitas Princeton AS menemukan 2,500 gen yang diyakini menyebabkan autisme. Temuan baru itu diterbitkan dalam jurnal Nature Neuroscience.
Seorang periset pada Institut Genomik Integratif Lewis-Sigler di Princeton, Arjun Krishnan, mengatakan ada 25.000 gen dalam tubuh manusia.
Untuk menemukan gen-gen penyebab autisme dalam sirkuit otak yang luas, para periset mempelajari banyaknya kemungkinan kaitan antargen yang berperan dalam fungsi otak.
Krishnan mengibaratkannya dengan mencari teman di Facebook.
“Apabila Facebook ingin menyarankan seorang teman untuk Anda, situs itu akan melihat daftar teman Anda dan kemudian mencari tahu orang lain yang juga berkawan dengan teman Anda itu. Mereka kemungkinan besar juga merupakan teman Anda juga. Begitu cara Facebook menyarankan seorang teman yang mungkin Anda kenal. Kami menggunakan strategi serupa,” katanya.
Krishnan mengatakan, program komputer itu mengidentifikasi persamaan antara gen-gen yang terkait otak dengan 65 gen yang berisiko menyebabkan autisme, dan mencari gen-gen lain yang “berteman” dengan keduanya.
Profesor Ilmu Komputer dan Genomik Universitas Princeton, Olga Troyanskaya, mengatakan kombinasi gen tertentu, mungkin menjelaskan mengapa seorang anak mengalami autisme ringan dan lainnya lebih parah.
Belum ada obat yang bisa menyembuhkan gangguan perkembangan yang paling banyak diderita anak-anak itu. Tetapi intervensi dini, dalam bentuk terapi fisik dan perilaku, telah terbukti bermanfaat bagi anak-anak penderita autisme.
Selain observasi, belum ada tes yang bisa mendiagnosa autisme. Tetapi para periset berharap, upaya mereka pada akhirnya bisa membantu mendiagnosa anak-anak agar mereka bisa dirawat sedini mungkin. (voaindonesia.com)
Editor : Sotyati
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...