Perkosaan Mei 98 yang (Tidak) Terlupakan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Banyak tragedi yang terjadi di balik peristiwa bersejarah Mei 1998. Di antaranya adalah penjarahan, pembunuhan bahkan perkosaan yang banyak menimpa etnis tionghoa di berbagai daerah di Indonesia. Pemerintah bahkan telah melakukan penyangkalan yang akhirnya membuat kasus ini menguap tanpa keadilan dan terlupakan.
Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk pada 23 Juli 1998 berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Peranan Wanita dan Jaksa Agung menyimpulkan bahwa kasus-kasus kekerasan seksual benar terjadi dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998. Demikian siaran pers Tim Panitia Peringatan Aksi Kekerasan Seksual Mei 1998, Selasa (20/5).
Serangan seksual ini dialami oleh minimal 85 perempuan. TGPF menyatakan korban jiwa terbesar diderita oleh masyarakat yang sebagian besar meninggal karena terbakar. TGPF kemudian juga menunjukkan adanya unsur kesengajaan dalam kerusuhan Mei 1998. Kerusuhan tersebut bersifat saling terkait antar-lokasi dengan modus yang mirip.
Berdasarkan banyaknya fakta yang ditemukan, hingga saat ini belum ada tindak lanjut yang berarti dari pihak negara untuk memberikan keadilan bagi para korban dan masyarakat umum. Bahkan negara menyangkal peristiwa yang telah membuat trauma yang sangat mendalam bagi para korban tersebut.
Memperingati dengan Orasi di Depan Istana
Tim Panitia Peringatan Aksi Kekerasan Seksual Mei 1998 yang tergabung dari beberapa aktivis dan lembaga-lembaga yang peduli tentang HAM dan perempuan ini memperingati peristiwa perkosaan Mei 1998 tersebut dengan menggelar orasi di depan istana pada Selasa (20/5) yang bertepatan pula dengan Hari Kebangkitan Nasional.
Mereka memberikan enam tuntutan kepada negara terkait dengan tragedi perkosaan Mei 1998. Yang pertama adalah menuntut negara untuk tidak menyangkal, melainkan mengakui terjadinya perkosaan pada peristiwa kerusuhan Mei 1998 dengan mendorong dilanjutkannya pengusutan terhadap pelaku dan mendorong perlindungan terhadap korban yang kemudian diumumkan kepada publik seluas-luasnya.
Tuntutan yang kedua adalah untuk mengadili pelaku dan diumumkan secara luas kepada rakyat Indonesia.
Tuntutan yang ketiga adalah menuntut negara untuk membuat monumen Tragedi Mei 1998 sebagai sejarah yang pernah terjadi di Indonesia termasuk tragedi kekerasan seksual di dalamnya.
Tuntutan yang keempat adalah menuntut negara untuk menjadikan peristiwa ini bagian dari pelajaran sejarah di seluruh institusi pendidikan dengan informasi yang lengkap.
Tuntutan kelima adalah menuntut negara untuk meminta maaf kepada korban, keluarga korban dan seluruh masyarakat Indonesia.
Tuntutan keenam adalah menuntut negara agar tegas menjunjung tinggi keadilan atas peristiwa-peristiwa kekerasan yang sama dalam peristiwa Mei 1998.
Editor : Bayu Probo
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...