Pertama Kali Presiden dan Mantan Presiden Bertemu di Istana
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tradisi baru inisiatif mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyambut Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Senin (10/10) menunjukkan transisi kepemimpinan paling mulus sejak awal kemerdekaan.
Selain itu, ini untuk pertama kali presiden dan presiden terpilih hadir dalam pelantikan oleh MPR. "Ini proses pergantian kepemimpinan yang sejuk, damai, khidmat, berwibawa dan terhormat. Pemimpinnya akur," Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Hatta Rajasa mengomentari peristiwa ini di Gedung MPR/DPR, Senayan, setelah pelantikan Jokowi-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden RI periode 2014-2019.
Dengan mengendarai kereta kencana, Jokowi dan Jusuf Kalla diarak dari Bundaran eks-Hotel Indonesia menuju ke Istana Merdeka. Setiba di Istana, 21 kali tembakan diletuskan dari enam meriam yang diletakkan di pintu selatan Monumen Nasional seiring lagu Indonesia Raya saat acara lepas sambut. Penembakan meriam penghormatan ini baru pertama kali diselenggarakan karena tembakan penghormatan hanya dilakukan setahun sekali setiap acara peringatan 17 Agustus.
Enam Kali Perpindahan KekuasaanTak Mulus
Selama enam kali pergantian presiden, praktis berlangsung “kurang mulus”. Soekarno dipaksa mundur oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara setelah dianggap bertanggung jawab atas terjadinya tragedi pembunuhan jenderal-jenderal pada 30 September 1965. Sidang Istimewa MPRS pada 12 Maret 1967, Soeharto diangkat menjadi presiden kedua.
Pengganti Soekarno, Soeharto setelah berkuasa hampir 32 tahun, pada 21 Mei 1998 memilih mengundurkan diri menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Beberapa hari sebelumnya terjadi kerusuhan di Jakarta yang memakan korban sipil. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie.
Hanya satu tahun setengah, B.J. Habibie memerintah Indonesia. Sidang istimewa MPR pada 14 Oktober 1999 menolak pidato pertanggungjawaban presiden ketiga ini. Walaupun tidak sampai jatuh, Habibie memilih untuk tidak mencalonkan diri untuk maju menjadi presiden. Ketua majelis syuro Partai Kebangkitan Bangsa Abdurrahman Wahid dipilih untuk menjadi presiden keempat RI.
Sekali lagi, Sidang Istimewa MPR. Pada 2001, sidang MPR dilakukan dengan agenda memberhentikan Abdurrahman Wahid setelah berbagai pertentangan dengan parlemen. Tindakan ini diawali dengan keluarnya nota pertama pada 1 Februari 2001. Kemudian disusul nota kedua pada 30 April 2001, disertai permintaan DPR kepada MPR untuk diadakannya Sidang Istimewa.
Abdurrahman Wahid membalas usaha ini dengan mengeluarkan maklumat presiden yang menyatakan pembubaran MPR/DPR, mempercepat Pemilu dalam waktu setahun, dan membekukan Partai Golkar. Namun akhirnya ia tidak mendapat dukungan dan MPR mengesahkan pemberhentian Abdurrahman Wahid sebagai Presiden dan kemudian digantikan oleh Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri melalui Sidang Istimewa pada tanggal 23 Juli 2001
Pada 20 Oktober 2004, Susilo Bambang Yudhoyono mengucap sumpah di depan MPR sebagai presiden keenam menggantikan Megawati. Walaupun, perpindahan kekuasaan berlangsung cukup mulus, dari hasil pemilu presiden pada 20 September 2004, yang dimenangkan pasangan SBY-Jusuf Kalla ini, Megawati tidak menghadiri pengambilan sumpah di sidang MPR 20 Oktober.
Jadi, pada hari ini perpindahan kepemimpinan eksekutif di Indonesia adalah yang paling mulus. Mantan presiden menerima presiden terpilih di istana yang hendak ia tinggalkan. Semoga ini menjadi preseden.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...