Pertumbuhan Kredit Baru Melambat, Penyaluran KUR Kesulitan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Survei Perbankan Bank Indonesia (BI) mengindikasikan pertumbuhan triwulanan kredit baru melambat pada triwulan III-2019, tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan kredit baru pada triwulan III-2019 sebesar 68,3 persen, lebih rendah dibandingkan 78,3 persen pada triwulan sebelumnya.
"Berdasarkan jenis penggunaan, perlambatan tersebut terutama bersumber dari kredit investasi dan kredit konsumsi," kata Departemen Komunikasi BI dalam informasi terbarunya di Jakarta, Rabu (16/10).
Pada triwulan IV-2019 pertumbuhan kredit baru diprakirakan meningkat, didorong oleh optimisme terhadap kondisi moneter dan ekonomi yang menguat dan juga risiko penyaluran kredit yang relatif terjaga.
Sejalan dengan prakiraan meningkatnya pertumbuhan kredit baru, kebijakan penyaluran kredit pada triwulan IV-2019 diprakirakan lebih longgar, terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) sebesar 11,8 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan 12,0 persen pada triwulan sebelumnya.
Pelonggaran standar penyaluran kredit terutama akan dilakukan terhadap kredit kepemilikan rumah/apartemen, kredit investasi, dan kredit UMKM, dengan aspek kebijakan penyaluran kredit yang akan diperlonggar antara lain plafon kredit, suku bunga, dan agunan.
Menurut BI, hasil survei mengindikasikan perlambatan pertumbuhan kredit untuk keseluruhan 2019. Kredit diprakirakan tumbuh 9,7 persen (yoy), atau lebih rendah dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 12,1 persen.
Target Penyaluran KUR Sektor Produksi Sulit Dicapai
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai dalam mencapai target penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor produksi sebesar 60 persen dari total yang akan disalurkan yaitu Rp140 triliun pada 2019 sulit untuk dicapai.
“Kalau 2017 saya tetapkan 40 persen, 2018, 50 persen dan tahun ini sebenarnya produksi itu 60 persen tapi saya melihat mulai enggak tercapai,” katanya saat ditemui di Gedung Smesco, Jakarta, Rabu (16/10).
Ia menjelaskan salah satu penyebab hal tersebut sulit untuk dicapai adalah mayoritas orang yang berada di sektor produksi bekerja secara individu sehingga pihak dari perbankan kurang berminat dalam menyalurkan kredit.
“Banknya juga tidak terlalu semangat dibanding dengan kelompok di mana ada 100 orang yang menerima KUR itu dia lebih semangat mengurusnya,” ujarnya.
Menurut Darmin, akan lebih baik jika perseorangan itu membentuk sebuah klaster atau kelompok dalam menjalankan suatu sektor produksi atau UMKM sehingga lebih memudahkan pihak perbankan dalam proses penyaluran agar tercapai target 60 persen tersebut.
“Kita harus mendorong lahirnya kelompok atau klaster kegiatan UMKM, itu dia tantanganya,” katanya.
Darmin menyebutkan peran dari swasta seperti perusahaan juga sangat dibutuhkan untuk mengakomodasi pembentukan para pelaku usaha UMKM menjadi satu kelompok seperti memberikan kursus dalam kurun waktu tertentu agar mereka memiliki standar yang bagus dan bernilai tinggi.
“Ada perusahaan yang mengurusinya sehingga dia jadi off checker-nya, dia juga mengajari mereka supaya standar jahitannya betul dan designer-nya juga ada karena itu semua tidak bisa sendiri-sendiri,” jelasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir menambahkan realisasi penyaluran KUR dari Agustus 2015 hingga Agustus 2019 sebesar Rp435,4 triliun dan diberikan kepada 17,5 juta debitur dengan NPL (non performing loan) terjaga di level 1,31 persen.
Sedangkan untuk tahun ini pemerintah menargetkan penyaluran KUR mencapai Rp140 triliun yang 60 persennya harus diserap oleh sektor produksi. Namun realisasi KUR hingga 31 Agustus baru di angka Rp102 triliun yang diberikan kepada 3,4 juta debitur.
“Sedangkan realisasi KUR untuk produksi sampai Agustus 2019 masih 47 persen,” ujarnya. (Ant)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...