Perubahan Iklim Global: LIPI Tekankan Perubahan Kebijakan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar workshop internasional untuk membahas adaptasi transformasi sosial dan perubahan kebijakan dalam menghadapi perubahan iklim pada Senin (14/3) ini. Kegiatan itu dilaksanakan bekerja sama dengan University of Hannover (FI) dan United Nations University Institute for Environment and Human Security (UNU-EHS).
Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, namun pada saat bersamaan juga menghadapi banyak tantangan yang disebabkan oleh bahaya alam. Berbagai bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan, kenaikan permukaan laut, erosi pantai dan peningkatan internsitas dan frekuensi badai, masih terus mengancam.
Perubahan iklim global dalam beberapa waktu terakhir, contohnya, mengakibatkan berbagai bencana alam berkepanjangan. “Kita menderita kerugian ekonomi cukup tinggi. Banjir di Jakarta saja bisa menyebabkan kerusakan properti dan kerugian sekitar 330 juta Euro (sekitar Rp 4,7 triliun dengan kurs Rp 14.500, Red), dan kerugian peluang ekonomi 1.300 juta Euro (sekitar Rp 18,8 triliun),” ujar Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnain, seperti dikutip dari siaran pers LIPI yang dimuat di situs resmi lipi.go.id.
Karena itu, pengelolaan manajemen risiko menjadi hal yang penting agar kerugian dapat berkurang secara signifikan.
Menyadari hal tersebut, pendekatan investasi mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim yang mengutamakan pemanfaatan dan penguatan ekosistem serta pendekatan alamiah mulai dikedepankan. “Penguatan kapasitas ilmu harus segera dilakukan dalam menekan risiko bencana akibat perubahan iklim yang dipadukan dengan tuntutan pembangunan yang cepat,” Iskandar menambahkan.
Berkaitan dengan hal itu, Direktur Interdisciplinary and Advance Research (ICIAR) LIPI, Heru Santoso, menjelaskan LIPI sejak tahun 2014 telah menjalin kerja sama dengan Jerman dalam proyek TWIN-SEA terkait manajemen risiko dalam menghadapi perubahan iklim global.
“Workshop ini juga akan memberikan ruang bagi pemangku kebijakan untuk menyampaikan pertanyaan kritisnya terkait peran ilmuwan dan sektor swasta yang diharapkan pemerintah dalam program-program kesejahteraan masyarakat yang adaptif terhadap isu perubahan iklim,” ujarnya.
Beberapa hal yang akan dibahas di antaranya jasa ekosistem dan adaptasi pengelolaan pesisir; kerentanan sosial-ekonomi dan pembangunan, serta peran pendidikan.
Heru berharap, pertemuan internasional yang menghadirkan berbagai ahli di bidang bahaya, kerentanan dan risiko bencana perubahan iklim, diharapkan memberikan solusi untuk pengurangan dampaknya ke depan. “Kegiatan ini akan terus menekankan pentingnya untuk memperkuat jaringan ahli, tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh wilayah Asia Tenggara,” katanya.
Penyelenggaraan Workshop Internasional dengan tajuk “Low-Regret Adaptation for Social Transformation and Policy Changes on Climate and Disaster Risks in Coastal Areas in Indonesia and South East Asia” ini juga didukung oleh German Ministry of Education and Research (BMBF).
Workshop tersebut dilangsungkan pada 14-15 Maret 2016 di Ruang Seminar Gedung PDII LIPI, dengan menghadirkan 45 ilmuwan maupun praktisi nasional dan internasional yang bekerja di bidang bahaya dan risiko bencana serta adaptasi perubahan iklim.
Hadir sebagai peserta perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Institut Teknologi Bandung, beberapa universitas Jerman, serta pembicara kunci dari Vietnam, Dr Bach Tan Sinh dan Gubernur DKI Jakarta.
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...