Perupa Indonesia Terjebak Ruang Gerak yang Terbatas
“Seni rupa Indonesia seringkali terjebak dengan ruang gerak yang terbatas."
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Perupa di Indonesia seringkali terjebak dalam ruang gerak yang terbatas karena adanya stigma masyarakat luas yang menganggap seni hanya sekadar sebuah hiburan.
Irawan Kareseno, Ketua Umum Pengurus Harian Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) mengatakan karena hal ini, praktik-praktik perupa kontemporer seringkali terasa eksklusif dan terkucil.
“Seni rupa Indonesia seringkali terjebak dengan ruang gerak yang terbatas,” ujar Irawan saat menghadiri pameran tunggal desainer interior Francis Surjaseputra bertajuk ‘Hibrida’ di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada Selasa (2/12) malam.
Seni di Ranah Desain
Berbeda dengan dunia seni, Irawan mengatakan desain lewat pendekatan fungsional dapat menyelinap dan berkelindan dengan nyaman memenuhi kebutuhan masyarakat akan estetika. Desain acapkali memberontak dan menggugat kritik melalui karya yang dihasilkan para desainer. Dalam hal ini, seni lah yang bermain dalam tubuh desain.
Untuk itu, seni dan desain pada era ini memang lekat dan tidak dapat dipisahkan, bahkan melebur dalam sebuah industri.
“Lewat kebutuhan fungsional, kita sebenarnya juga bisa mendorong keindahan seni lewat desain. Jadi seperti seni-seni yang lainnya, produk desain itu pada akhirnya ingin melengkapi dan lebih membahagiakan manusia dan kehidupan lewat fungsi dan estetikanya,” kata dia.
Seni dan desain merupakan market yang luar biasa dan membuat keduanya tak lagi didiskreditkan ketika berdiri sendiri-sendiri.
Seni ini menurut Irawan telah mendorong dengan kuat perkembangan desain.
“Rasanya agak naif jika kita menyepelekan seni yang bermain dalam desain dengan sasaran market yang begitu luar biasa,” ujar dia.
Praktik Perupa Kontemporer Dekatkan Jarak Seni dan Desain
Praktik seni rupa akhir-akhir ini tengah memperlihatkan semangat para perupa kontemporer untuk mendekatkan jarak apresiasi antara seni dan desain.
“Melalui pendekatan-pendekatan dan cara pandang yang membebaskan, pemakaian idiom-idiom seni yang mengejutkan seringkali menghadirkan lintas disiplin ilmu pengetahuan juga lintas disiplin seni,” ujar Irawan.
Menurut Irawan, hal ini diperlukan karena semangat petualangan kreatif wajib ada untuk selalu menafsir kehidupan.
“Seperti dalam ilmu pengetahuan, seni terus menafsir. Berulang-ulang dengan menafsir kebenaran,” ujar dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...