Pesawat Ethiopian Airlines Jatuh: Korban WNI adalah Staf PBB di Roma
ROMA, SATUHARAPAN.COM – Seorang WNI yang menjadi korban jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines pada Minggu (10/3/2019), dipastikan merupakan salah satu dari sejumlah staf PBB yang menumpang pesawat tersebut.
Melalui keterangan tertulis Kedutaan Besar Indonesia di Roma, Italia, yang dilaporkan BBC Indonesia, WNI itu adalah seorang perempuan yang tinggal di Roma dan bekerja untuk World Food Program (WFP)—badan pangan yang bernaung di bawah PBB.
Berita melalui media sosial yang beredar menyebutkan WNI itu bernama Harina Hafitz.
“Duta Besar RI di Roma, telah bertemu dengan keluarga korban, dan menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban.”
“KBRI Roma akan terus berkordinasi dengan keluarga korban, KBRI Addis Ababa dan Kantor WFP Roma untuk pengurusan jenazah dan dukungan bagi keluarga.”
Keterangan itu sejalan dengan pengakuan Direktur Eksekutif WFP, David Beasley, bahwa ada stafnya yang meninggal dunia dalam peristiwa itu.
Seorang sumber PBB kepada Kantor Berita Agence France-Presse bahwa “sedikitnya 12 korban berafiliasi dengan PBB”.
Pesawat dengan nomor penerbangan ET-302 itu menggunakan pesawat Boeing 737 Max-8 yang dioperasikan sejak November 2018. Saat jatuh, pesawat itu mengangkut 149 penumpang dan delapan awak.
Mereka dinyatakan meninggal dunia, termasuk 32 warga Kenya, 18 warga Kanada, sembilan warga Ethiopia, delapan warga Amerika Serikat, dan seorang warga negara Indonesia.
Pemimpin Ethiopian Airlines, Tewolde Gebremariam, mengatakan mereka yang berada di dalam pesawat naas itu berasal dari 30 negara yang berbeda-beda.
Selain seorang penumpang dari Indonesia, terdapat satu penumpang dari masing-masing negara; Belgia, Somalia, Norwegia, Serbia, Togo, Mozambik, Rwanda, Sudan, Uganda dan Yaman.
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Penyebab terjadinya kecelakaan belum sepenuhnya jelas. Namun, pilot melaporkan mengalami kesulitan dan telah meminta kembali ke Addis Ababa, sebut Ethiopian Airlines.
“Pada tahap ini, kami tidak bisa menepis apa pun,” sebut CEO Ethiopian Airlines, Tewolde Gebremariam, kepada para wartawan di Bandara Internasional Bole di Addis Ababa.
“Kami juga tidak bisa mengaitkan suatu hal dengan penyebabnya karena kami harus mematuhi aturan internasional dalam menunggu penyelidikan.”
Pandangan di lokasi disebut baik, namun laman pemantau lalu lintas udara, Flightradar24, melaporkan “kecepatan vertikal pesawat tidak stabil setelah lepas landas”.
Pesawat itu jatuh sekitar enam menit setelah tinggal landas dari ibu kota Ethiopia, Addis Ababa, dengan tujuan ibu kota Kenya, Nairobi.
Operasi pencarian tengah dilakukan di lokasi jatuhnya pesawat di sekitar Kota Bishoftu, 60km arah tenggara Addis Ababa.
Pesawat tersebut diantarkan ke Ethiopian Airlines pada 15 November 2018 dan menjalani “pemeriksaan awal yang teliti” pada 4 Februari, cuit maskapai Ethiopian Airlines.
Pilot yang bertugas adalah Kapten Senior Yared Getachew dengan “performa terpuji” dan telah mengantongi 8.000 jam terbang, sebut maskapai Ethiopian Airlines.
Kopilot adalah Ahmed Nur Mohammod Nur dengan 200 jam terbang.
Ledakan dan Kebakaran
Model pesawat itu sama dengan model pesawat yang dioperasikan Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610 yang jatuh dalam penerbangan dari Jakarta-Pangkal Pinang pada tanggal 29 Oktober tahun 2018.
Bahkan, seperti pilot maskapai Ethiopian Airlines, pilot Lion Air dilaporkan menghubungi pengawas lalu lintas udara guna meminta izin untuk kembali, tidak lama setelah lepas landas. Dalam peristiwa itu, seluruh 189 penumpang dan awak kapal meninggal dunia setelah pesawat jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.
Seorang saksi mata di tempat kejadian di Addis Ababa mengatakan kepada BBC bahwa terjadi kebakaran besar ketika pesawat menghantam darat.
“Ledakan dan kebakaran begitu dahsyat sehingga kami tidak bisa mendekat,” katanya.
“Semuanya terbakar habis. Ada empat helikopter di lokasi kejadian sekarang,” ia menambahkan.
Berita tragis itu pertama kali diungkapkan oleh Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, yang menyampaikan “belasungkawa mendalam” melalui akun Twitter.
Produsen pesawat Boeing menyatakan kesedihan mendalam atas jatuhnya pesawat Ethiopia Airlines yang menyebabkan seluruh penumpang dan awaknya meninggal dunia.
Menyusul jatuhnya pesawat Lion Air B-737 Max-8, Boeing menerbitkan buletin khusus tentang masalah sensor yang diperingatkan oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Dalam buletin, perusahaan Amerika itu menegaskan bahwa para pejabat KNKT yakin pilot mendapat informasi yang salah dari sistem otomatis pesawat sebelum jatuh menghujam ke perairan Karawang.
Sejauh ini belum ada indikasi pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh di Addis Ababa tersebut mengalami masalah yang serupa. (bbc.com)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...