Petunjuk Penggunaan Antibiotik dan Pencegahan AMR
SATUHARAPAN.COM – Keseringan minum antibiotik kemungkinan besar bisa mengakibatkan resistensi, atau suatu keadaan di mana tubuh sudah tidak mempan lagi dengan antibiotik. Beberapa penyakit yang kemungkinan akan muncul dalam kondisi orang yang mengalami resisten antibiotik ini seperti infeksi yang sulit diobati, memerlukan antibiotik yang lebih tinggi lagi.
Kondisi tersebut tentu tidak baik bagi tubuh manusia. Berkaitan dengan hal itu, Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP (K) MARS DTM&H DTCE, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, menyatakan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh dokter/paramedis dan tenaga kesehatan di rumah sakit, seperti dikemukakan Jumat (28/11).
Beberapa petunjuk terkait penggunaan antibiotika dan AMR (Anti Microbial Resistance) atau Resistensi Antimikroba itu sebagai berikut:
- Antibiotika diberikan kalau memang diperlukan oleh pasien, bila ada infeksi bakteri.
- Infeksi virus tidak perlu diberikan antibiotika, dan mungkin hanya perlu diberikan obat simtomatik (sesuai gejalanya).
- Jenis antibiotika yang diberikan juga sedapat mungkin sesuai dengan pola resistensi yang ada di rumah sakit atau daerah itu.
- Pada pasien infeksi bakteri yang sakit berat, antibiotika dapat diberikan dalam bentuk suntikan atau infus di rumah sakit.
Sedangkan untuk masyarakat umum, Prof Tjandra memaparkan pesan yang perlu diperhatikan, yaitu tidak boleh mengkonsumsi antibiotika tanpa pentunjuk dokter. Antibiotika harus dimakan sampai habis sesuai aturan, jangan berhenti sebelum waktunya walaupun keluhan sudah hilang.
Awal 2014, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan peringatan bahwa AMR merupakan masalah besar di tingkat global, terutama di Asia Tenggara, yang menampung seperempat populasi dunia. Resistensi antimikroba terjadi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, atau beberapa parasit, tidak bisa dibasmi dengan obat antimikroba, seperti antibiotik atau obat kemoterapi. Bakteri jenis ini disebut bakteri super. AMR itu sebenarnya bukan hanya tentang antibiotika, tapi juga antivirus, antiparasit, dan jenis antijasad lainnya
WHO dan SEARO (South East Asia Regional Office) sudah memiliki program untuk pencegahan dan penanggulangannya, yaitu melalui Deklarasi Jaipur. Deklarasi itu merupakan kesepakatan negara-negara SEARO untuk menangani AMR. Pada Deklarasi Jaipur, yang ditandatangani pada 2011, ditekankan pentingnya pemerintah menempatkan prioritas utama untuk mempertahankan efikasi (keefektifan) antibiotik dan menghindari AMR.
Beberapa langkah yang dianjurkan dilakukan oleh suatu negara dalam mencegah AMR, yaitu:
-Membuat data burden of diseases
-Menentukan pola resistensi di berbagai Fasilitas Perlayanan Kesehatan (FasYanKes) dan di masyarakat.
-Melakukaan riset operasional di berbagai tingkatan,
-Membuat jejaring laboratorium untuk melakukan surveilans dan pengawasan.
-Membuat regulasi nasional tentang pembuatan obat dan pengawasannya.
-Melakukan koordinasi penggunaan antimikroba dengan pihak kesehatan hewan.
-Menggunakan media massa dan bentuk penyuluhan kesehatan lainnya untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya AMR dan pencegahannya. (litbangdepkes.go.id)
Editor : Sotyati
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...