PGI Belum Menentukan Sikap tentang KUA untuk Semua Agama
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM- Sekretaris Umum (Sekum) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Jacky F. Manuputty, menyampaikan bahwa PGI belum menentukan sikap mengenai wacana Kementerian Agama RI terkait Kantor Urusan Agama (KUA) untuk semua agama.
“Banyak anggota gereja atau sinode sudah menanyakan seperti apa sikap PGI atas wacana ini? Kami PGI belum menentukan sikap sebab gagasan tersebut kami nilai belum jelas, dan gagasan ini keluar dari Menteri Agama, tanpa adanya komunikasi dengan lembaga-lemabaga agama,” kata Pdt. Jacky, saat diskusi bertajuk “KUA Untuk Semua Agama: Sikap Gereja?” yang berlangsung di Grha Oikoumene, Jakarta, hari Kamis (14/03/2024).
Meski begitu, Ia menyayangkan wancana tersebut, sebab secara sejarah KUA memiliki filosofi yang berbeda, dan tidak bisa disamakan dengan pelayanan kepada masyarakat non muslim.
“Gagasan KUA terbuka untuk agama lain, ini menjadi perdebatan di kalangan masyarakat non muslim. Dan banyak umat gereja yang melihat wacana KUA tersebut, akan menggerus peran gereja dalam pernikahan bagi umat gereja itu sendiri,” katanya.
Menurut Pdt. Jacky, di kalangan umat Kristen, pernikahan sah ada pada akte nikah yang dikeluarkan oleh Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), dibandingkan surat pemberkatan dari agama masing-masing.
“Gereja-gereja selama ini merasa lebih nyaman mencatatkan pernikahan di Dukcapil, dibandingkan di KUA. Dengan wacana ini terskesan ingin menyamakan konsep-konsep agama-agama dalam KUA yang kurang tepat,” katanya.
Pdt. Jacky mengatakan, bagi umat Kristiani pernikahan merupakan sesuatu yang sangat sakral. Dan ada aturan-aturannya, bahkan di setiap sinode juga memiliki syarat-syarat tertentu. “Seperti di gereja saya di Maluku, jika belum Sidi tidak boleh menikah. Selain itu juga ada bimbingan pernikahan dan tidak bisa sembarangan, apalagi dalam relasi kelembagaan,” katanya.
Oleh sebab itu, lanjut Pdt. Jacky, wacana KUA untuk semua agama ini masih diperdebatkan urgensinya, dalam hal pelayanan pemerintah untuk menjamin kebebasan beribah seusai kepercayaan masing-masing.
“Kami berharap ada pertemuan langsung tatap muka antara Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, dengan pimpinan masing-masing lembaga keagamaan, agar tidak semakin menjadi polemik di tengah masyarakat,” katanya.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Direktur Urusan Agama Kristen Dirjen Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama, Amsal Yowei, mengungkapkan, bahwa program Revitalisasi Layanan KUA untuk Semua Agama, merupakan satu (1) dari tujuh (7) program prioritas Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.
Program Kemenag
Enam program prioritas lainnya yakni: Penguatan Moderasi Beragama, Kemandirian Pesantren, Transformasi Digital, Cyber Islamic University, Religiosity Index dan Tahun Toleransi Beragama.
Amsal juga menyampaikan penjelasan Menteri Agama terkait KUA sebagai Pusat Layanan Keagamaan. “Gagasan ini bertujuan memberikan kemudahan kepada masyarakat, dalam mengakses layanan yang diberikan pemerintah, terutama bagi masyarakat dengan keterbatasan akses,” katanya mengutip Menag Yaqut.
Menurut Menag Yaqut, Revitalisasi KUA ini dibuat untuk mengakomodir keperluan masyarakat, sehingga mempermudah pemerintah memberi pelayanan kepada mereka dan Warga negara mendapatkan perlakuan yang sama, apapun latar belakangnya dalam hal pelayanan.
Menag Yaqut menilai perlu ada perubahan UU No 24 tahun 2014 tentang administrasi kependudukan, yang salah satunya terkait pencatatan nikah atau MoU dengan Kemendagri, untuk menjadikan KUA sebagai pusat pecatatan nikah.
Menag juga menekankan, bahwa layanan KUA tidak terbatas pada layanan pernikahan, banyak layanan lain yang bisa didapatkan umat nanti di KUA. “Dan nantinya ini juga membantu pemerintah dalam hal ini kemendagri agar administrasi dalam hal pernikahan, perceraian, talak dan rujuk, itu bisa lebih simple dan mudah,” tandasnya.
Lebih lanjut Amsal menjelaskan Skema Pencatatan Calon Pengantin Kristen, yang diawali dengan calon pengantin berproses di gereja terkait pembinaan, pengukuhan/pemberkatan, serta penerbitan surat nikah gereja. Barulah ke KUA untuk mencatat/mendata melalui SIMKA, dan berakhir dengan penerbitan buku nikah.
“Tahapan pencatatan untuk calon pengantin Kristen, yakni pemohon mendatangi gereja dan melangsungkan pembinaan pra nikah. Gereja memfasilitasi calon pengantin untuk dilakukan pembinaan pra ikah,” katanya.
Setelah dilakukan pembinaan oleh gereja, tambah Amsal, pemohon mendatangi KUA untuk selanjutnya melakukan pemberkasan dan pengisian persyaratan yang dilakukan oleh petugas melalui aplikasi SIMKA.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...