PGI: Protes tehadap UU Cipta Karya Terkait Kurangnya Partisipasi Publik
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menilai bahwa proses pembahasan UU Cipta Kerja lemah dalam partisipasi publik, akibat situasi pandemi.
PGI mengeluarkan penyataan yang diungah di situs lembaga itu dan menyampaikan enam point dalam pernyataan itu. Disebutkan bahwa PGI mengikuti dengan prihatin gejolak sosial yang ditimbulkan oleh proses penetapan Rancangan Undang-undang Omnibus Law menjadi Undang-undangan Cipta Kerja, dan merasa perlu menyampaikan sikap sebagai berikut:
1.PGI mengapresiasi niat baik pemerintah dan DPR untuk melakukan sinkronisasi dan penyederhanaan berbagai produk undang-undang yang tumpang tindih regulasinya bahkan tak jarang bertentangan satu sama lain melalui penetapan Undang-Undang Cipta Kerja.
2.PGI mengamati dan menyimpulkan bahwa proses pembahasan RUU Omnibus Law ini, hingga penetapannya menjadi Undang-undang Cipta Kerja, dilakukan dalam situasi yang tidak tepat, mengingat energi bangsa ini sementara terkuras untuk mengelola Pandemi COVID-19 beserta semua dampaknya. Situasi berat seperti ini berdampak pada melemahnya partisipasi masyarakat untuk mengawal proses perumusan dan penetapan produk undang-undang yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup masyarakat. Berkembangnya gelombang protes hingga penolakan menjadi bukti bahwa terhadap produk undang-undang yang sangat sensitif bagi keberlangsungan hidup banyak orang ini, proses partisipatif tidak berlangsung baik selama perumusan dan penetapannya sehingga mencederai pemenuhan rasa keadilan bersama.
3.PGI mempelajari berkembangnya perdebatan dan penolakan terhadap produk Undang-Undang Cipta Kerja yang mengarah pada aksi-aksi kekerasan yang anarkis di dalam berbagai kelompok masyarakat. Sungguh miris bahwa di dalam polemik ini masing-masing kelompok bersitegang mempertahankan pandangannya berdasarkan tafsir yang berbeda terhadap sebaran dokumen RUU Omnibus Law dan UU Cipta Kerja yang beragam versinya.
4.PGI mencermati dan mengecam aksi anarkis melalui demonstrasi yang berujung pada kekerasan dan pengrusakan. Kondisi ini bisa berdampak pada melemahnya solidaritas sosial dan terjadinya proses delegitimasi pemerintah di tengah situasi di mana bangsa ini membutuhkan penguatan integrasi nasional untuk menghadapi dampak Pandemi COVID-19.
5.Mengkalkulasi semua situasi yang berkembang, PGI meminta Presiden Jokowi untuk menahan pemberlakuan UU Cipta Kerja ini guna meneduhkan suasana kebangsaan yang memanas, serta membuka dialog kebangsaan dengan berbagai tokoh bangsa, maupun segmen-segmen masyarakat yang sungguh terimbas oleh implementasi UU Cipta Kerja ini.
6.Kepada masyarakat luas PGI mendukung semua ekspresi demokrasi dalam penyampaian pandangan dan keberatan yang mendukung maupun menolak pemberlakukan Undang-Undang Cipta Kerja ini.
PGI dalam pernyataannya mengatakan, “Kami percaya bahwa semua ekspresi ini dilandasi oleh sikap cinta pada negeri ini, dan olehnya setiap tindakan kekerasan dan anarkis dalam penyampaian pandangan patut dikecam dan ditolak. Kami sungguh berharap pemerintah dan DPR bisa membuka diri dalam dialog kebangsaan, sebaiknya masyarakat menyalurkan aspirasinya berdasarkan konstitusi yang dijamin negara ini bagi semua warganya.
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...