PGI: Radikalisme Terjadi karena Konstitusi Dipermainkan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Radikalisme dari agama tertentu di Indonesia terjadi karena konstitusi yang ada saat ini dianggap remeh atau dipermainkan sebagian pihak sehingga kaum ekstrimis radikal bebas terkadang tidak terjerat hukum.
Hal ini disampaikan Henrek Lokra, pemimpin redaksi Berita Oikoumene (BO) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia kepada satuharapan.com pada Senin (13/10) di Gedung Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, Jalan Diponegoro, Jakarta.
“Kita lihat dalam lima tahun belakangan ini sepertinya konstitusi dipermainkan, karena kebebasan beragama yang diatur dalam undang-undang menjadi tidak terlihat lagi,” kata Henrek.
Pasal 28E Ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Hak kebebasan beragama juga dijamin dalam Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Henrek mengemukakan bahwa dengan mudahnya sebuah kelompok organisasi kemasyarakatan (ormas) tertentu mengatas namakan agama dan dapat melarang orang beribadah dengan seenaknya.
“Radikalisme muncul karena demokrasi yang salah tafsir di Indonesia, dan para pemuka lintas agama beserta ormas keagamaan harus bersama-sama mengedepankan pendidikan politik kebangsaan agar gerakan-gerakan yang terkategori radikal tidak meluas,” Henrek menambahkan.
Henrek berharap pada pemerintahan baru mendatang di tangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla selaku presiden dan wakil dapat bertindak tegas terhadap pelaku tindak kekerasan atas nama gerakan radikalisme.
Tema radikalisme hanya salah satu dari tema yang diusung dalam pokok-pokok diskusi di Sidang Raya PGI XVI pada akan diselenggarakan Selasa (11/11) hingga Senin (17/11) di Gunung Sitoli, Pulau Nias, Sumatera Utara. Selain itu masih ada tema kemiskinan, keadilan, lingkungan hidup, kebencanaan, kepemimpinan, dan pendidikan kristen.
PGI melihat bahwa NIIS (Negara Islam Irak dan Suriah / ISIS) semakin mengglobal, dan menurut Henrek ini merupakan suatu organisasi yang akhir-akhir ini dianggap berbahaya.
Sekretaris Umum Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Pendeta (Pdt.) Gomar Gultom, M.Th mengatakan kepada satuharapan.com pada Jumat (8/8) PGI saat ini bersyukur seluruh pemuka agama di Indonesia bersepakat menolak paham radikalisme Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) atau Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) .
“Kita beruntung di Indonesia karena organisasi keagamaan dan kepercayaan sepakat dan beberapa hari lalu kalau tidak salah ada kesepahaman pernyataan bahwa ISIS tidak cocok untuk kehidupan beragama di Indonesia,” kata Gomar kala itu.
Seruan dari Gomar ini sejalan dengan acara diskusi bertajuk “Umat Beragama dan Kepercayaan Menolak ISIS Demi Keutuhan NKRI” pada Senin (4/8). Dimana sejumlah tokoh agama menyerukan keberatan dan kegeraman atas organisasi radikal yang berpotensi merusak keberagaman dan multi kepercayaan yang ada di Indonesia ini.
Gomar mengatakan paham ekstrimisme di Indonesia seperti ISIS terjadi karena ada sebagian kecil umat beragama di Indonesia memiliki persepsi yang salah tentang kebenaran yang dipahami adalah versi agamanya sendiri.
Editor : Bayu Probo
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...