Pika, Gangguan Makan Tak Lazim karena Kurang Zat Besi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Coba perhatikan kebiasaan makan orang di sekitar Anda termasuk anak Anda, apa selama ini dia suka menyantap sesuatu yang sebenarnya bukan makanan, semisal sabun, pasir, rambut hingga cat?
Jika iya, ada kemungkinan dia mengalami pika alias gangguan menyantap sesuatu yang tak bernilai nutrisi atau bahkan tergolong berbahaya semisal cat kering, sabun, pasir hingga batu dan bisa berujung keracunan.
Tidak ada satu penyebab khusus pika, namun dokter spesialis gizi dan Ketua Departemen Ilmu Gizi FK UI, Nurul Ratna Mutu Manikam menyebut, dalam beberapa kasus defisiensi besi dan zinc atau nutrisi lain bisa berhubungan dengan pika ini.
"Indentifikasi defisiensi zat besi, yakni ada keluhan cepat lelah, pusing, pucat dan pika atau mengunyah atau makan benda tertentu misal es, sabun," kata dia dalam webinar "Kekurangan Zat Besi Sebagai Isu Kesehatan Nasional di Indonesia dan Dampaknya Terhadap Kemajuan Anak Generasi Maju", Kamis (17/12).
Laman Healthline mencatat, pika kebanyakan dialami anak-anak dan wanita hamil serta sifatnya bisa hanya sementara. Keinginan memakan sesuatu tak biasa bisa menjadi pertanda tubuh mencoba mengisi kembali tingkat nutrisi yang rendah salah satunya zat besi.
Khusus pada anak, selain bisa berbahaya, pika juga bisa menyulitkannya bergaul dengan rekan sebayanya. Psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani mengatakan, Anda bisa membayangkan ketika anak bermain dengan temannya lalu tiba-tiba memakan batu bata, pasti dia akan dianggap aneh dan akhirnya berujung sulit bersosialisasi.
Untuk mendeteksi pika sebenarnya tak ada tes khusus, tetapi dokter akan mendiagnosis berdasarkan beberapa faktor dan riwayat pasien termasuk kebiasaan menyantap benda-benda bukan makanan.
Dokter bisa juga meminta pasien melakukan tes darah melihat kadar zat besi atau zinc-nya, misalnya uji saring untuk sekaligus mengetahui level hemoglobin.
Pencegahan dan penanganan
Pika akibat kekurangan zat besi bisa dicegah melalui asupan nutrisi seimbang terutama dari makanan yang mengandung zat besi seperti sumber protein hewani semisal hati sapi atau ayam, daging sapi atau kambing, kuning telur, daging unggas, ikan, udang dan tiram.
Nurul mengatakan, protein hewani ini bisa dilengkapi dengan protein nabati semisal kacang-kacangan yakni kedelai, kacang hijau, sayuran hijau dan biji-bijian.
"Pilihan utama dari hewani dulu baru kemudian dari nabati," kata dia.
Menurut Nurul, untuk meningkatkan penyerapan zat besi, diperlukan nutrisi lain semisal protein, vitamin C untuk membantu mengubah zat besi dari makanan menjadi yang siap diserap ke dalam usus, kemudian vitamin B6 dan B1 serta asam folat untuk mencegah anemia dan seng.
"Kalau makan protein otomatis kita makan zat besi karena proses metabolisme zat besi membutuhkan protein untuk transporter dari usus ke sel target. Kemudian kita memerlukan vitamin C dari buah potong, sayur mayur, kuprum atau bagian dari mineral," papar Nurul.
Di sisi lain, perhatikan juga bahan-bahan yang bisa menghambat penyerapan zat besi oleh tubuh antara lain: tannin yang biasanya terkandung dalam teh atau kopi, asam oksalat seperti dalam berry, cokelat dan teh, lalu fitat yang umum terdapat dalam biji-bijian.
Jika ternyata pika yang seseorang alami disebabkan kekurangan nutrisi termasuk zat besi, maka dokter juga bisa meresepkan vitamin atau suplemen, misalnya suplemen zat besi jika dia mengalami anemia defisiensi besi.
Sebuah studi dalam Journal of Applied Behavior Analysis pada tahun 2000 menyatakan, suplemen multivitamin sederhana bisa menjadi pengobatan yang efektif dalam beberapa kasus pika.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...