PIKI: 15 Tahun Otsus Papua Tailing Freeport Ancaman Serius
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Bidang Sosial dan Budaya Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (DPP PIKI), Woro Wahyuningtyas, menilai pelaksanaan Otonomi Khusus yang memasuki tahun ke-15 ternyata belum menjawab persoalan yang ada di Papua.
Menurut dia, sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang menjadi salah satu ancaman serius lingkungan hidup di Papua adalah tailing PT Freeport Indonesia yang merusak ekosistem sungai besar Akjwa.
“Tailing Freeport menjadi ancaman serius, pembangunan dan perkembangan wilayah. Limbah tailing Freeport terbawa arus ke Sungai Akjwa yang seperti menciut,” kata Woro Wahyuningtyas dalam diskusi Refleksi Awal Tahun 2016 PIKI, di Ballroom Gedung Sinar Kasih, Jalan Dewi Sartika Nomor 136 D, Cawang, Jakarta Timur, hari Kamis (28/1).
Data Woro menyebutkan, di sepanjang Sungai Akjwa merupakan tempat pembuangan tailing dari tambang emas PT. Freeport. “Mereka menggunakan penampungan tailing itu dikenal dengan nama ModADA (Modelling Akjwa Deposition Area) dengan luar 230 hektar. Jarak dari pesisir pantai mencapai 120 kilometer,” katanya.
Jika produksi Freeport normal, kata Woro, tailing yang mengendap di ModADA mencapai 230.000 ton per hari. Endapan-endapan inilah yang penuh lalu terbawa aliran hujan, hingga merembes ke Sungai Ajkwa.
Menurut data Woro, Ajkwa merupakan sungai besar dengan puluhan anak sungai dengan lebar mencapai 200 meter. Sungai ini menjadi perlintasan antarkampung. Namun , limbah tailing Freeport terbawa arus ke sungai, yang mengakibatkan Akjwa seperti menciut.
“Di dekat muara, jika air laut surut, Ajkwa menjadi seperti kali kecil yang lebarnya hanya lima meter. Sisi-sisi sungai telah ditumbuhi beberapa tanaman bakau,” katanya.
Selain itu, data Woro menyebutkan, hutan bakau Timika merupakan salah satu kawasan ekosistem mangrove terbaik di dunia. Bahkan dinyatakan hutan dengan spesies bakau terlengkap, sampai 43 jenis.
“Namun tailing yang mengendap membuat daratan baru. Secara kasat mata, ada penambahan daratan dan menambah tanaman bakau. Ekosistem air terganggu, yang paling utama akses masyarakat terganggu,” kata dia menambahkan.
Banjir Badang Wasior
Selain tailing Freeport, Woro mengatakan, masalah lingkungan hidup lainnya adalah banjir badang di Wasior tahun 2010 yang merupakan sebuah “kejutan” besar bagi Papua. Wasior, kata dia, adalah daerah pegunungan yang selama ini tidak pernah orang berpikir akan terjadi banjir bandang.
“Tetapi, kejadian di tahun 2010 mengajak kita melihat, apa yang sebenarnya terjadi di Wasior kala itu,” kata dia.
Menurut Woro, banjir bandang di Teluk Wondama Wasior tersebut ditenggarai karena diperkirakan adanya kerusakan hutan, akibat pemekaran wilayah dan penebangan pohon di hutan oleh beberapa perusahaan HPH (hak pengusahaan hutan).
“Akibat banjir bandang tersebut, selain kerugian material miliaran rupiah, bencana itu mengakibatkan meninggalnya 158 orang,” kata Ketua Bidang Sosial dan Budaya DPP PIKI itu.
Editor : Eben E. Siadari
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...