Pimpinan Gereja Papua Minta TNI Akui Pembunuhan Pendeta
PAPUA, SATUHARAPAN.COM - Pimpinan gereja di Papua meyakini bahwa pendeta Yeremia Zanambani tewas karena ditembak oleh anggota TNI di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Sabtu (19/9).
Anggota TNI yang diduga kuat sebagai pelaku penembakan itu pun diminta untuk mengakui perbuatannya.
Kasus penembakan yang menewaskan Yeremia Zanambani, seorang pendeta penerjemah Alkitab ke dalam bahasa Moni, salah satu suku di Papua, masih belum terungkap.
Saat ini belum diketahui pasti siapa pelaku penembakan itu. Namun, sejumlah pimpinan gereja di Papua meyakini bahwa pendeta Yeremia tewas ditembak anggota TNI. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya saksi yang mengetahui insiden penembakan itu.
Ketua Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Sinode Wilayah II Papua, pendeta Petrus Bonyadone menyerukan kepada anggota TNI yang diduga kuat melakukan penembakan agar segera mengakui perbuatannya.
Petrus mengatakan jika pelaku punya jiwa kesatria dan patriotisme, seharusnya pelaku mengakui perbuatannya.
"Maka kami dari pihak gereja siap untuk mendoakan dia (pelaku) dan minta Tuhan ampuni dia. Sebab kalau tidak itu akan terbawa dalam pribadinya," kata Petrus dalam konferensi pers secara virtual, Senin (28/9) sore.
Lanjut Petrus, dugaan bahwa anggota TNI di Indonesia yang melakukan penembakan itu diperkuat oleh santunan yang diberikan pihak TNI terhadap keluarga korban.
"Sudah ada santunan yang diberikan pihak TNI-Polri saya tidak tahu itu tandanya apa. Kalau itu seperti ada pengakuan untuk mengakui bahwa ada kesalahan yang dilakukan oleh pihak TNI," ungkapnya.
Tidak sampai di situ, penembakan terhadap pendeta Yeremia juga berimbas kepada warga Distrik Hitadipa lainnya. Pasca penembakan itu warga setempat dipaksa untuk meninggalkan Hitadipa dan membuat mereka terpencar.
Menurut Petrus, warga Hitadipa tak akan kembali apabila TNI tidak ditarik dari wilayah itu. Untuk itu para pemimpin gereja di Papua mendesak agar situasi di Hitadipa dapat pulih kembali.
"Agar masyarakat bisa kembali beraktivitas seperti biasa dengan catatan anggota TNI harus ditarik dari sana," ungkapnya.
Evaluasi Pendekatan Keamanan di Papua
Sementara itu, lembaga pengawas HAM, Imparsial, mendesak pemerintah untuk mengevaluasi secara menyeluruh pendekatan keamanan yang dilakukan di Papua. Direktur Imparsial, Al Araf mengatakan kekerasan akan terus terjadi jika pemerintah masih menjadikan pendekatan keamanan sebagai suatu kebijakan.
"Artinya, sepanjang pola kebijakan penyelesaian konflik Papua terus dengan mengedepankan pendekatan keamanan, maka kekerasan yang berujung pada kematian itu juga akan terus terjadi," katanya.
Selain mengevaluasi pendekatan keamanan, juga diperlukan adanya proses desekuritisasi di wilayah Papua.
"Selama ini pemerintah melakukan sekuritisasi wilayah Papua. Di mana Papua dibangun dalam perspektif ancaman keamanan yang sangat serius. Pola pendekatan keamanan juga dilakukan secara berlebihan," ungkap Al Araf.
Dorong Kehadiran Negara
Sedangkan, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan pembunuhan pendeta Yeremia adalah salah satu kasus kematian yang tidak pernah diusut oleh negara. Ketiadaan pengusutan itu akan terus memunculkan dugaan bahwa negara memang sengaja enggan mengungkap kasus tersebut.
"Kasus ini harus dibongkar serta diusut dengan cara imparsial, independen, dan terbuka. Proses hukum ini dalam pandangan kami harus melibatkan institusi yang independen seperti Komnas HAM," ujarnya.
Sementara, Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani melalui keterangan tertulisnya mengatakan pemerintah mendukung penuh investigasi independen atas insiden penembakan terhadap pendeta Yeremia.
Untuk itu pemerintah telah membentuk tim investigasi, yang akan bekerja sama dengan pihak gereja, masyarakat adat dan pemerintah daerah untuk menemukan pelaku penembakan.
Jaleswari mengatakan tindakan semena-meda tidak bisa dibiarkan, harus mendapat perhatian serius, dan diusut tuntas secara transparan dalam waktu singkat.
"Pemerintah berkomitmen menjaga hak keadilan dari almarhum sebagai warga negara Indonesia. Siapapun pihak yang bersalah akan ditindak tegas," ujar Jaleswari di Jakarta, Senin (28/9).
Ditembak Saat Hendak Beri Makan Ternak
Penembakan pendeta Yeremia terjadi pada Sabtu (19/9) sekitar pukul 18.15 WIT. Saat itu Yeremia dan istri sedang pergi ke kandang babi yang berjarak 300 meter dari rumahnya untuk memberi makan ternaknya. Ketika hampir sampai ke kandang babi pasangan suami istri itu bertemu dengan anggota TNI.
Kemudian para anggota TNI bertanya kepada Yeremia dan istrinya mau ke mana dan dijawab ingin memberi makan ternak babi.
Setelah memberi makan ternak babi, istri Yeremia mengajaknya untuk pulang. Namun dia menolak, dan Yeremia meminta istrinya agar pulang lebih dahulu. Tak berselang lama setelah istri Yeremia sampai di rumah terdengar suara tembakan yang berasal dari kandang babi.
Lalu, istri Yeremia memberanikan diri ke kandang babi. Sampai di kandang babi dia melihat Yeremia sudah tergeletak dengan luka tembak. Saat itu Yeremia sempat mengatakan sesuatu kepada istrinya.
"Aduh mama, saya ditembak," ucap Yeremia.
Kemudian, istri Yeremia kembali ke rumah untuk memberitahukan penembakan tersebut kepada beberapa rekan sesama pendeta guna mencari bantuan.
Keesokan harinya, para pendeta datang ke kandang babi dan mendapati Yeremia telah meninggal. (VOA)
Dibangun Oleh Korban Penganiayaan, Bethlehem, Kota Natal AS ...
BETHLEHEM-PENNSYLVANIA, SATUHARAPAN.COM-Pada Malam Natal tahun 1741, para pemukim Moravia menamai ko...