Plakat Pro Demokrasi Thailand Hilang Sehari Setelah Dipasang
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM-Sebuah plakat yang dipasang pada akhir pekan oleh para aktivis di Bangkok yang menyatakan Thailand "milik rakyat" telah dicabut pada hari Senin (21/9), setelah unjuk kekuatan oleh kelompok pro demokrasi yang menyerukan keluarga kerajaan untuk tidak ikut campur dalam politik negara itu.
Kerajaan telah menyaksikan protes hampir setiap hari selama dua bulan terakhir yang dipimpin oleh mahasiswa yang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha, mantan panglima militer yang mendalangi kudeta tahun 2014.
Sekitar 30.000 demonstran melakukan unjuk rasa pada hari Sabtu (19/9) di dekat Grand Palace Bangkok, tempat penyelenggara menyerukan lebih kuat reformasi monarki, sebelum memasang peringatan "Plakat Rakyat" keesokan paginya. Tapi pada hari Senin, plakat itu menghilang.
"Saya dengar itu hilang dan kami sedang menyelidiki kasus itu," kata wakil kepala polisi Bangkok, Piya Tawichai kepada AFP.
Pencabutan plakat dengan cepat "mencerminkan fakta bahwa para bangsawan tinggi tidak hanya marah oleh tuntutan reformasi monarki, tetapi tidak akan menerima simbol apa pun yang bahkan mencerminkan oposisi terhadap istana," kata Paul Chambers dari Universitas Naresuan.
Plakat yang ditempatkan di lapangan Sanam Luang yang bersejarah itu berbunyi: "Rakyat telah menyatakan niatnya bahwa negara ini milik rakyat, dan bukan raja."
Ketika dipasangan dalam aksi protes pada hari Sabtu, aktivis terkemuka, Parit Chiwarak, meneriakkan seruan "Hentikan feodalisme, panjang umur rakyat," saat kerumunan bersorak.
Plakat baru ini mengacu pada plakat sli dari kuningan yang tertanam selama beberapa dekade di halaman Royal Plaza Bangkok. Ini memperingati akhir absolutisme kerajaan pada tahun 1932 setelah revolusi yang mengubah kerajaan menjadi monarki konstitusional.
Tapi secara misterius plakat itu menghilang pada tahun 2017, setelah Raja Maha Vajiralongkorn mengambil alih kekuasaan setelah kematian ayahnya, dan diganti dengan yang mengingatkan orang Thailand untuk tetap setia pada "bangsa, agama, raja".
Gerakan terorganisir pemuda yang sebagian besar tidak memiliki pemimpin, sebagian terinspirasi oleh protes pro demokrasi Hong Kong, menyerukan agar pemerintah Prayut dibubarkan, menulis ulang konstitusi dari naskah militer tahun 2017, dan agar pihak berwenang berhenti "melecehkan" lawan politik.
Beberapa faksi dalam gerakan itu, termasuk penyelenggara demonstrasi akhir pekan, juga menyerukan pembahasan yang jujur ââtentang monarki, topik yang pernah dianggap tabu, karena ada undang-undang pencemaran nama baik kerajaan. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Beijing Buka Dua Mausoleum Kaisar Dinasti Ming untuk Umum
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Dua mausoleum kaisar di Beijing baru-baru ini dibuka untuk umum, sehingga...