Plastik Ditemukan dalam Perut Hewan di Palung Laut Terdalam
INGGRIS, SATUHARAPAN.COM – Hewan-hewan laut yang hidup di palung terdalam samudra ditemukan dengan serpihan plastik di dalam perut, menurut penelitian baru yang dirilis, Rabu (27/2), kantor berita AFP melaporkan. Hal itu sekaligus menunjukkan polusi buatan manusia sudah mencemari bagian terdalam dari planet ini.
Lebih dari 300 juta ton plastik diproduksi setiap tahun, dan setidaknya ada lima triliun potongan plastik yang mengambang di lautan kita.
Karena eksplorasi laut dalam itu mahal dan memakan waktu, sebagian besar studi tentang polusi plastik hingga sekarang hanya sampai pada bagian permukaan saja. Hasil studi menunjukkan tingkat kontaminasi plastik yang meluas pada ikan, kura-kura, paus, dan burung-burung laut.
Kini tim peneliti Inggris mengatakan, mereka telah menemukan kasus penemuan plastik dalam pencernaan udang kecil di enam palung laut terdalam di dunia.
Di Palung Mariana di timur Filipina, daerah terdalam dari bumi, 100 persen hewan yang diteliti memiliki serat plastik di dalam saluran pencernaan mereka.
“Sebagian diri saya berharap menemukan sesuatu, tetapi ini penemuan besar,” kata Alan Jamieson dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam dan Lingkungan di Universitas Newcastle.
Jamieson dan timnya, biasanya menghabiskan waktu untuk mencari spesies baru di kedalaman lautan.
Tetapi mereka menyadari bahwa selama ekspedisi yang berlangsung sejak satu dekade yang lalu, mereka telah mengumpulkan puluhan spesimen spesies udang kecil yang hidup di antara 6.000 – 11.000 meter di bawah permukaan laut.
Mereka memutuskan untuk mencari plastik.
“Kami berada di dataset terdalam di dunia, jadi jika kami menemukan (plastik) di sini, kami selesai,” kata Jamieson kepada AFP.
Luasnya dampak kontaminasi plastik hingga kedalaman laut ekstrem, membuat tim keheranan.
Misalnya, Palung Peru-Cile di Pasifik tenggara yang berjarak sekitar 15.000 kilometer dari Palung Jepang. Tapi tetap saja plastik ditemukan di kedua palung ini.
â“Itu ada di Jepang, di Selandia Baru, di Peru, dan masing-masing palung sangatlah dalam,” kata Jamieson.
“Poin pentingnya adalah bahwa mereka secara konsisten ditemukan pada hewan di sekitar Pasifik pada kedalaman yang luar biasa, jadi jangan lagi buang waktu. Plastik itu ada di mana-mana.”
Menumpuk Sampah
Dari 90 makhluk yang dibedah oleh tim, 65 lebih dari 72 persen mengandung setidaknya satu mikropartikel plastik.
Studi, yang dipublikasikan dalam jurnal Royal Society Open Science, mengatakan tidak jelas apakah ada kemungkinan partikel-partikel itu telah dicerna oleh ikan di kedalaman yang lebih tinggi, yang kemudian mati dan tenggelam.
Tetapi ketika tim menganalisis serat, yang sebagian besar tampaknya kain pakaian seperti nilon, mereka menemukan bahwa ikatan atom plastik telah bergeser dibandingkan dengan material baru yang menunjukkan bahwa itu telah berusia beberapa tahun.
Partikel-partikel mikroplastik, dibuang langsung ke laut melalui selokan dan sungai, atau terbentuk ketika potongan-potongan plastik yang lebih besar terurai seiring waktu.
“Jadi bahkan jika tidak ada satu serat pun yang memasuki laut dari titik ini ke depan, semua yang ada di laut sekarang akhirnya akan tenggelam, dan begitu berada di laut dalam, bagaimana cara kita mendapatkannya kembali?” tanya Jamieson.
“Kita menumpuk semua sampah kita ke tempat yang tak begitu kita ketahui.”
Karena kontaminasi plastik sekarang begitu luas, bahkan pada kedalaman yang ekstrem, tim memperingatkan bahwa hampir tidak mungkin untuk mengetahui apa efek menelan plastik pada spesies yang tinggal di bagian paling bawah.
“Partikel-partikel ini bisa saja menembus hewan itu, tetapi pada hewan yang kita lihat partikel itu seperti menghalangi. Perbandingannya mungkin setara dengan Anda menelan dua meter tali tambang dari bahan plastik dan berharap kalau itu tidak akan berdampak buruk bagi kesehatan Anda,” kata Jamieson.
“Tidak ada aspek yang bagus untuk ini.” (Voaindonesia.com)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...